Warga Australia Mendapat ‘Pengalaman Hidup Terbaik’ dengan Sekolah di Indonesia
Tahun 2023 ini menandai 70 tahun berjalannya program beasiswa ke Australia yang diberikan kepada warga Indonesia oleh pemerintah Australia.
Program beasiswa menjadi salah satu bantuan luar negeri terlama yang diberikan pemerintah Australia, menurut Anna Kent, sejarawan yang meneliti program beasiswa internasional Australia.
"Dan beasiswa ditawarkan ke Indonesia selama hampir sepanjang waktu seperti juga ditawarkan ke negara lain," kata Anna.
Anna menambahkan pemberian beasiswa juga menjadi "fundamental" dari hubungan Indonesia dan Australia.
"
"Mengapa program tersebut sangat populer di antara politikus di kedua negara dalam membantu membangun hubungan People to People," ujarnya.
"
Image: Anna Kent mengatakan program beasiswa antara Australia dan Indonesia membantu menumbuhkan hubungan "People to People". Koleksi pribadi
Indonesia salah satu penerima beasiswa terbanyak
Tercatat sudah lebih dari 200.000 warga Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi Australia lewat program beasiswa pemerintah Australia.
Artinya, sudah banyak warga Indonesia yang sudah mengenal Australia lebih dalam dengan pernah studi dan tinggal di Australia.
Jumlah penerima beasiswa pemerintah Australia dari Indonesia untuk datang belajar ke Australia memang termasuk salah satu yang terbesar, mencapai angka 20.000 orang setiap tahunnya.
Menurut Anna beasiswa dan bantuan dari Australia ke luar negeri seringkali "diberikan dengan motif politik."
"Ini tentunya yang terjadi antara Australia dan Indonesia dalam beberapa kasus," katanya.
"
"Australia ingin menjadi pasangan pilihan atau menghindari hal yang dianggap sebagai ancaman pengaruh komunis, yang merupakan elemen utama dari Colombo Plan."
"
ABC Indonesia sudah menghubungi Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia untuk diminta tanggapan soal motif politik dalam pemberian beasiswa ke Indonesia.
Jumlah penerima beasiswa dari pemerintah Australia untuk warganya sendiri ke Indonesia tentu tidaklah sebanyak itu.
Mislanya saja, menurut catatan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, sejak program New Colombo Plan dimulai di tahun 2014, Australia baru mengirim kurang dari 6.000 warga Australia ke Indonesia.
Elena Williams, konsultan pendidikan tinggi dan peneliti di Australian National University (ANU) menyadari hal tersebut dan mengatakan Indonesia memang bukan menjadi negara tujuan utama para pelajar Australia.
Menurutnya, pelajar Australia cenderung bertolak ke Inggris, Eropa, Amerika Utara, atau negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris, atau disebut 'Anglophone' untuk studi.
'Enam bulan terbaik dalam hidup saya'
Padahal dari pengalamannya sendiri dan pengamatannya, Elena mengatakan kesempatan untuk studi di Indonesia bisa menimbulkan "ripple effect" atau efek domino yang dapat memengaruhi persepsi tentang Indonesia.
"
"Saya mulai melihat siswa Australia yang belajar Bahasa Indonesia melalui program New Colombo Plan, bahwa persepsi mereka tentang Indonesia berubah," katanya.
"
"Mereka pulang ke rumah dan persepsi orang-orang serumah berubah, persepsi keluarga mereka berubah, begitu juga dengan orangtua mereka, dan seterusnya," tambah Elena.
Dengan alasan tersebut, Maya Willis memilih belajar di Indonesia lewat beasiswa New Colombo Plan yang diterimanya tahun ini.
"Satu hal yang akan saya lakukan sekembalinya ke Australia adalah mengadakan presentasi di hadapan siswa SMA tentang keuntungan belajar Bahasa Indonesia," kata Maya.
"Saya juga mencoba menceritakan [tentang Indonesia] pada teman dan keluarga saya sesering mungkin. Bahkan keluarga saya juga sudah pernah mengunjungi saya di sini, lalu jatuh cinta pada Yogyakarta, seperti saya sendiri."
Maya saat ini sedang kuliah di jurusan hubungan internasional dan hukum di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurutnya, warga Australia masih memiliki banyak kesalahpahaman tentang Indonesia dengan menganggapnya tidak lebih dari Bali.
Image: Maya Wallis mengatakan dirinya sudah berusaha untuk mengubah persepsi keluarga dan teman tentang Indonesia. Koleksi pribadi
"
"Saya merasa sedih kalau mengingat bagaimana Australia tidak menyadari seberapa spesialnya Indonesia itu," ujarnya.
"
"Bahkan ketika saya waktu itu mau tinggal di Yogyakarta lalu memberitahu teman saya, kebanyakan dari mereka selalu bertanya, 'Yogyakarta ada di mana?' atau 'Bukannya di Indonesia hanya ada Bali?'"
Tapi ia mengatakan "sangat bersyukur" atas kesempatan tinggal di Indonesia sejak awal tahun ini dengan menggunakan beasiswa New Colombo Plan.
"Ini adalah enam bulan terbaik dalam hidup saya, tidak diragukan lagi," katanya.
'Jatuh cinta' pada Indonesia
Kedatangan Robert Gaspar, atau akrab disapa Robbie, di Indonesia awalnya hanya untuk bermain sepak bola, memperkuat tim di Indonesia.
Namun, setelah delapan tahun berlalu tinggal di Indonesia, rasa sayangnya kepada Indonesia malah tumbuh semakin kuat.
"
"Saya jatuh cinta dengan negara tersebut ketika ada di sana, dan menyukai segala hal, mulai dari kebudayaan, makanan, orang-orangnya, dan kesukaan mereka terhadap sepak bola," katanya.
"
Di tahun 2016, ia kembali ke Indonesia setelah mendapat beasiswa New Colombo Plan untuk belajar Bahasa Indonesia di Universitas Atma Jaya Jakarta dan magang di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
Saat ini, Robbie tetap aktif mempromosikan Indonesia kepada Australia melalui posisinya sebagai Presiden Indonesia Institute, khususnya lewat 'sports diplomacy' atau diplomasi olahraga.
Menurut Robert, memiliki kemampuan berbahasa Indonesia akan membantu para siswa Australia di masa depan.
"
"Dengan Indonesia diprediksi akan menjadi negara keempat terbesar dalam bidang ekonomi pada tahun 2050, tentunya akan muncul banyak kesempatan untuk kolaborasi antara Australia dan Indonesia," katanya.
"
"Misalnya di bidang energi hijau, pertanian, diplomasi olahraga, juga di bidang pemerintahan."
Upaya agar lebih banyak warga Australia belajar ke Indonesia
Meski dinilai belum cukup, Elena mengatakan pernah ada beberapa inisiatif Pemerintah Australia yang menurutnya berdampak "signifikan" bagi siswa-siswa sekolah untuk mengambil mata pelajaran bahasa Asia.
Salah satunya adalah program National Asian Studies and Languages in Schools (NALSAS), yang memberikan pendidikan bahasa Jepang, China Standar Modern, Bahasa Indonesia dan Korea bagi siswa sekolah menengah, namun sayangnya dihentikan pada tahun 2002.
"Kita bisa membangun ketertarikan mereka tentang Indonesia ketika usia mereka masih empat atau lima tahun, dari SD," kata Elena.
Program New Colombo Plan menurut Ellena telah menarik minat lebih banyak mahasiswa Australia untuk ke Indonesia, terutama karena semakin banyaknya jurusan yang ditawarkan.
Namun di luar itu, Elena berharap kontribusi dari Pemerintah Indonesia untuk membuat pembelajaran bahasa Indonesia bisa terus ditingkatkan, agar tidak kalah dengan negara Asia lainnya.
"
"Para guru di Australia berpikir keras bagaimana caranya bisa membuat Bahasa Indonesia menyenangkan dan semenarik Korea dan Jepang bagi siswa mereka di bangku kelas sembilan," katanya.
"
"Jadi menurut saya Pemerintah Indonesia memiliki banyak PR dalam membenahi soft power dan menjangkau lebih banyak minat."
Dalam pernyataannya kepada ABC, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra Mukhamad Najib mengatakan berbagai upaya terus dilakukan untuk mempromosikan Bahasa Indonesia di Australia.
Usaha yang dilakukan meliputi program kunjungan sekolah "Indonesia Goes to School", undangan ke Balai Wisata Budaya di KBRI Canberra, undangan bagi guru dan kepala sekolah Australia untuk berkunjung ke Indonesia dengan biaya ditanggung ditanggung pemerintah Indonesia.
Najib juga mengatakan pemerintah Indonesia menyediakan beberapa program beasiswa bagi siswa Australia dengan biaya yang ditanggung Pemerintah Indonesia dan pelatihan bagi tenaga pengajar.
"Karena kami menyadari kompetensi guru menjadi salah satu kunci apakah siswa akan tertarik belajar Bahasa Indonesia atau tidak," katanya.
"Kami juga menyediakan secara gratis bahan pembelajaran, seperti buku dan video. Guru-guru bisa memperolehnya dengan mudah jika mereka memerlukan."