ABC

Upaya Untuk Mencari Warga Keturunan Aborigin Makassar Sedang Dilakukan

Penemuan foto-foto hitam-putih yang sudah lama terlupakan di sebuah perpustakaan Italia membuktikan jika sekelompok warga Pribumi Australia pernah membentuk sebuah komunitas di Asia Tenggara, sekitar 150 tahun lalu.

PERINGATAN: Pembaca Aborigin dan Torres Strait Islander telah diperingatkan bahwa artikel ini memuat gambar-gambar orang yang telah meninggal.

Foto-foto yang menarik perhatian ini diambil di kota Makassar pada tahun 1970-an dengan menampilkan puluhan pemuda Aborigin dan anak-anak mereka dari Australia Utara.

Penemuan foto-foto ini juga menguatkan laporan tertulis dan lisan yang menggambarkan warga suku Aborigin pernah pindah ke luar negeri untuk mengunjungi para nelayan dari Asia.

Beberapa dari mereka melakukannya sebelum bangsa Inggris bermukim di Australia Utara, tapi ada juga yang tercatat melakukannya di tahun 1600-an.

Ada juga beberapa deskripsi yang langsung digambarkan sendiri oleh warga Aborigin yang pernah tinggal di Makassar.

Penemuan foto-foto ini memicu pencarian keturunan secara global, dengan potensi melakukan pengujian DNA untuk mengungkap seberapa besar migrasi dari Australia utara ke Asia Tenggara.

Profesor Jane Lydon, yang menemukan foto-foto ini di sebuah perpustakaan di Roma, mengatakan penemuan itu menantang pandangan soal warga Aborigin, yang dianggap hanya pasif mendiami benua Australia sebelum kedatangan bangsa Eropa.

"Saya rasa ini adalah bagian kaya dari sejarah kita abaikan," jelasnya.

"Ini menunjukkan perdagangan dan koneksi, serta pertukaran yang sudah berlangsung selama berabad-abad dengan wilayah kita, dengan Indonesia dan Sulawesi".

"Kita tahu warga Aborigin pergi ke Makassar secara rutin, dan beberapa dari mereka tinggal di sana dan memiliki keluarga."

"

"Jadi menurut saya kemungkinan besar masih ada keturunan dari keluarga campuran itu yang masih tinggal di Makassar."

"

'Banyak keluarga yang menetap'

Para tetua Aborigin percaya jika orang-orang yang ada di kumpulan foto tersebut adalah suku Yolngu, dari kawasan Arnhem Land.

Pada suatu sore yang penuh badai di Darwin, lebih dari 150 tahun setelah anak-anak muda berpose untuk diambil gambarnya oleh Odoardo Beccari, seorang naturalis asal Italia di Makassar, Helen 'Nyomba' Gandangu melihat foto-foto mereka untuk pertama kalinya.

Tanpa ragu-ragu, Helen langsung mengenali mereka.

"Mereka orang Yolngu… dari Arnhem Land," katanya.

"

"Kita bisa mengenali tanda-tanda di tubuh mereka … dari masa lalu."

"

Nyomba mengatakan foto-foto itu sesuai dengan sejarah lisan yang menggambarkan para pria dan perempuan yang pindah ke luar negeri dengan nelayan asing.

"Saya pernah mendengar tentang kejadian ini," katanya.

"Saya lahir di tahun 1960, dan ketika saya besar, saya dengar cerita tentang banyak orang yang dibawa ke Indonesia."

"Para pria dan perempuan pergi ke sana, dan banyak keluarga yang menetap," katanya.

Keponakannya, Manuel Dhurrkay, seorang musisi Yolngu, setuju dengannya.

"Bekas luka-luka dan wajahnya terlihat seperti berasal dari timur laut Arnhem Land," kata Manuel.

"Saya pikir [ini] adalah wajah orang-orang yang tinggal di sana [di Indonesia], dan terlalu sulit bagi mereka untuk kembali ke Arnhem Land… tempat mereka sendiri."

"Itu sangat menyedihkan."

Keduanya sudah punya salinan foto-foto itu untuk komunitas mereka di pulau terpencil di Galiwinku. Sekaligus untuk melihat apakah akan ada pengetahuan dari masyarakat sekitar yang dapat membantu mengidentifikasi orang yang ada di foto-foto itu

Perdagangan skala besar

Diyakini anak-anak laki-laki dan para pria di foto itu termasuk di antara sejumlah besar pria dan perempuan dari suku Yolngu yang pindah ke luar negeri dengan mengunjungi nelayan di Asia.

Tidak diketahui apakah mereka pergi secara sukarela atau terpaksa.

Kunjungan tahunan para nelayan teripang dari Makassar diyakini telah dimulai pada tahun 1600-an dan berlanjut hingga tahun 1907, ketika pemerintah Australia menutup sektor menangkap teripang.

Setiap tahun, diperkirakan 2.000 nelayan Asia berlayar ke arah selatan, kemudian mendirikan kemah di sepanjang pantai utara Australia.

Selama berbulan-bulan, mereka menangkap, merebus, dan mengeringkan teripang, yang kemudian menjadi makanan lezat dan banyak dicari di China, bahkan hingga saat ini.

Ada banyak bukti interaksi dengan warga Pribumi Aborigin, termasuk kata-kata Makassar, alat-alat, dan foto-foto Makassar yang dimasukkan ke dalam budaya suku.

Tapi foto-foto itu adalah bukti visual pertama jika Warga Pribumi melakukan perjalanan kembali ke Indonesia dengan nelayan dari Makassar.

Pengalaman langsung dari orangnya

Sebagai seorang naturalis, Odardo Beccari menghabiskan sebagian besar waktunya di tahun 1860-an dan 70-an dengan bepergian ke Asia Tenggara untuk mendokumentasikan orang-orang dan tempat-tempat yang dia temui.

Ia sepertinya terpesona oleh campuran orang-orang kosmopolitan yang ia temukan di kota pelabuhan Makassar, yang ramai pada tahun 1870-an.

Pada tahun 1873, tahun di mana ia mengambil foto-foto tersebut, Odardo menulisnya dalam jurnal perjalanan.

"

"Ke Makassar datang beberapa [perahu] setiap tahun dari Australia Utara … dan penduduk asli Australia tidaklah jarang di Makassar di mana Anda melihat mereka berkeliaran di jalanan."

"Pada bulan Juli dan September, puncak arus masuk, pelabuhan dipenuhi dengan perahu dari berbagai jenis dan ukuran: China, Melayu, India, Bugis, Papua, dan Australia membentuk tumpukan turban warna-warni dan pakaian warna-warni yang membingungkan."

"

Profesor Lydon mengatakan bahkan ada catatan lebih tua tentang warga Aborigin yang mengunjungi Makassar.

Pada tahun 1824, gubernur jenderal Belanda melihat apa yang sekarang dapat dianggap sebagai gelombang paling awal datangnya turis Australia ke Indonesia.

"Mereka sangat hitam, bertubuh tinggi, dengan rambut keriting… dan, secara umum, bertubuh cukup tegap," tulisnya.

Bahasa mencerminkan penilaian etnografis dari varian ras yang populer pada saat itu, tetapi sekarang dianggap sebagai hal yang menyakitkan oleh banyak orang.

Profesor Lydon mengatakan foto-foto itu kemungkinan besar diambil sebagai bagian dari penelitian serupa.

Penemuan yang mengejutkan

Profesor Lydon melakukan perjalanan ke Italia untuk mencoba menemukan foto-fotonya setelah melihatnya direferensikan dalam buku teks abad ke-19.

Dia tidak yakin apakah bisa menemukannya di arsip yang banyak di Luigi Pigorini National Museum of Prehistory and Ethnography di Roma.

"Saat saya masuk, tidak ada lampu yang menyala, tapi kuratornya sangat ramah dan meninggalkan saya sendirian dengan arsipnya," ujarnya.

"Saya menelusuri foto demi foto yang luar biasa dari arsip abad ke-19 ini, dan di sanalah, koleksi foto-foto Aborigin Australia yang sudah lama tidak ditemukan."

"

"Jadi sangat mengasyikkan, saya benar-benar terpesona."

"

Segelintir foto tersebut kini menjadi rekaman visual yang terpisah dari diaspora yang hampir tidak dikenal.

Profesor Lydon sudah menghabiskan waktu berjam-jam menatap wajah-wajah mereka, mencari petunjuk dari kehidupan yang dijalani sejak lama.

"Bagi saya, ini adalah catatan luar biasa tentang orang-orang yang tidak akan diketahui," katanya.

"Potret itu memiliki martabat."

"Mereka seperti jendela ke kehidupan masa lalu dan dunia yang tidak dapat kita akses."

Dia mengatakan tes DNA akan menjadi salah satu cara untuk mencoba mengumpulkan informasi tentang keberadaan silsilah 'Australian First Nations' atau warga Pribumi Australia di kota Makassar yang sekarang luas.

Australia di kota besar Makassar yang sekarang luas.

Namun ia mengatakan fokusnya adalah menggunakan sejarah lisan dan bukti dokumen untuk mencoba membangun gambaran gelombang pertama migrasi ke arah utara.

Pandangan dari Indonesia

Salah satu yang membantu penyelidikan ini adalah Dr Lily Yulianti Farid,  warga yang lahir di Makassar tetapi sekarang bekerja bersama Monash University, Melbourne.

Dia melihat foto-foto itu di sebuah studio musik di Darwin, tempat musisi Yolngu dan Makassar berkumpul untuk kolaborasi lintas budaya.

Di bawah lampu studio yang hangat, dia dan Dian Mega Safitri, penyanyi asal Makassar, mempelajari foto-foto bersejarah tersebut untuk mencari petunjuk.

Seperti banyak orang yang melihat foto-foto tersebut untuk pertama kalinya, mereka terpaku pada anak laki-laki yang berdiri bersama pria yang lebih tua.

Apakah dia datang dengan perahu dari pantai utara Australia, atau lahir di tempat yang sekarang disebut Indonesia?

"Kami tahu tentang pertemuan awal ini, dan sejarah keluarga di mana perempuan dari komunitas di sini menikah dengan orang Makassar," kata Dr Lily.

"Ketika mendengarkan cerita, kita jadi memiliki imajinasi tentang seperti apa orang-orang ini dan apa yang terjadi".

"Tapi berbeda dengan foto-foto, yang menguatkan kita, 'Oh, mereka nyata, mereka ada di sana, mereka mengunjungi Makassar pada abad ke-19'."

Melacak keturunan

Dr Lily sudah membantu melacak keturunan nelayan Asia yang menjadi ayah dari anak-anak di Australia, dan orang warga Aborigin yang pindah ke Indonesia selama abad ke-18 dan ke-19.

Mungkin masih terlalu awal, tapi dia sudah mewawancarai orang-orang di kedua negara, serta ada ketertarikan dari kedua belah pihak untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan hubungan keluarga.

"Ini tidak hanya penting untuk studi dan penelitian, tetapi pada akhirnya, ini adalah cerita orang-orang," katanya.

"Orang-orang mencoba mencari keluarga mereka, dan mengajukan pertanyaan tanpa henti. 'Apakah saya punya keluarga di Makassar, dan bagaimana saya bisa menghubungi mereka?'

"Ini juga penting untuk hubungan kedua negara ini, kita tidak hanya bertetangga dekat, tetapi kita memiliki masa lalu yang sama dan itu dapat membantu membentuk masa depan kita."

Penyanyi Dian Mega Safitri mengatakan lewat seorang penerjemah, ia terdorong ingin membantu menemukan para keturunannya ketika pulang.

"Saya sangat terkejut dengan ini," katanya.

"Apa yang terjadi pada orang-orang ini, dan apa yang terjadi pada generasi berikutnya?"

"Ada begitu banyak pertanyaan."


Diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporan ABC News