Timor Leste Batalkan Perjanjian Eksplorasi Gas Dengan Australia
Timor Leste akan membatalkan perjanjian gas dan minyak dengan Australia, yang telah menjadi bagian dari tuduhan mata-mata, arbitrasi internasional dan ketegangan diplomatik antar kedua negara.
Kedua negara sudah terlibat dalam masalah perbatasan maritim di Pengadilan Arbitrasi Internasional di Den Haag Belanda, berkenaan dengan akses terhadap cadangan minyak dan gas yang diperkirakan bernilai $ 40 miliar.
Australia gagal mencegah Timor Leste mengajukan kasus ini ke Den Haag bulan September tahun lalu, beberapa bulan setelah Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menolak adanya perundingan baru.
Sebuah pernyataan bersama dari kedua negara hari Senin (9/1/2017) mengatakan Piagam Kesepakatan Kelautan (CMATS) tidak akan berlaku lagi setelah masa transisi tiga bulan.
Pernyataan ini selanjutnya mengatakan bahwa Australia dan Timor Leste sepakat ‘ pakeg terintegrasi guna memfasilitasi proses kesepakatan’ termasuk menghentikan perjanjian yang ada.
Profesor Hukum Internasional dari ANU Don Rothwell mengatakan pernyataan berhati-hati dari kedua belah pihak menunjukkan adanya pembicaraan antar kedua negara mengalami kemajuan.
“Pernyataan ini memberikan indikasi bahwa proses perundingan berlangsung konstruktif dan ada pertanda untuk pertama kalinya bahwa Australia bersedia menerima kesepakatan perbatasan maritim permanen dengan Timor Leste.” katanya.
“Bila itu terjadi, ini adalah perubahan penting sikap Australia namun kita sampai sekarang belum mengetahui dimana posisi perbatasan permanen tersebut.”
Perjanjian CMATS sebelumnya menggarisbawahi pembekuan selama 50 tahun perundingan mengenai perbatasan maritim permanen, namun Timor Leste mengatakan perjanjina tersebut tidak sah lagi setelah adanya operasi intelejen Australia di tahun 2004.
Hubungan tegang
Hubungan diplomatik antar kedua negara mengalami ketegangan sejak pejabat Timor Leste menuduh Australia melakukann tindak mata-mata terhadap menteri kabinet mereka di tahun 2004 di tengah perundingan mengenai perjanjian guna membagi ladang gas dan minyak.
Tahun 2013, seorang pengacara yang berkantor di Canberra Bernard Collaery, yang mewakili Timor Leste dalam kasus mata-mata di sidang di Den Haag mengatakan kantornya digrebek oleh Dinas Intelejen Australia (ASIO).
Mantan presiden Timor Leste Xanana Gusmao juga menuduh Australia mengambil keuntungan dari negaranya di tahun 2002, ketika negaranya sedang berjuang untuk membangun setelah adanya serangan dari kelompok milisi pro Indonesia.
Timor Leste bersikeras mengatakan bahwa Australia secara tidak adil mengklaim cadangan minyak dan gas di dalam wilayah Timor Leste.
Diterjemahkan pukul 15:20 AEST 9/1/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini