Saling Ketergantungan Indonesia Australia akan Menguat di Masa Depan
Saling ketergantungan antara Indonesia dengan Australia di berbagai sektor kerjasama yang strategis, seperti politik-keamanan, ekonomi, dan people-to-people contact atau saling kunjung antar masyarakat, diyakini akan semakin menguat di masa yang akan datang. Kedua negara sama-sama akan berubah menjadi besar, besar dalam konteks ekonomi, perdagangan, investasi, demografi hingga militer.
Prediksi ini disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, ketika memberikan pidato khusus dalam acara pertemuan Australia-Indonesia Association (AIA) di Canberra hari Sabtu (16/7/2016).
Dalam pernyataan yang diterbitkan Kedutaan Besar Republik Indonesia dikatakan Dubes RI memperkirakan pada tahun 2030 mendatang, Indonesia dan Australia akan dihadapkan pada tekanan demografis yang sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini.
Indonesia akan menikmati masa keemasan demografis karena akan didominasi oleh penduduk usia muda yang produktif sehingga berpeluang mendongkrak tingkat pertumbuhan ekonomi domestik dan perdagangan internasional.
Di sisi lain, populasi Australia diprediksi akan berubah signifikan. Tingkat pendapatannya pun akan meningkat. Kondisi ini membuat kedua negara menghadapi tantangan yang tidak ringan, khususnya bagaimana menciptakan lapangan kerja.
Selain membutuhkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang tepat, Indonesia dan Australia tidak memiliki opsi lain kecuali memperkuat kerjasama bilateral.
Dubes RI menambahkan bahwa kedua negara juga perlu mempromosikan kerjasama di tingkat kawasan, baik di kawasan ASEAN, Asia-Pasifik dan Pasifik Selatan. Untuk itu, dibutuhkan kemitraan antara Indonesia dan Australia yang lebih produktif dan lebih kuat agar dapat memecahkan berbagai tantangan di masa kini guna meletakkan fondasi dan peluang kerjasama di masa depan yang lebih solid.
Hadir dalam pertemuan AIA tersebut antara lain sejumlah tokoh masyarakat Australia yang memiliki kedekatan dengan Indonesia, seperti George Quinn (ahli Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dari Australian National University), Heath McMichael (Kepala Balai Bahasa Indonesia), John Robson (Ketua Australia-Indonesia Family Association), dan Tony Mitchener dari Australia-Indonesia Business Council serta para diplomat Indonesia.
Acara pertemuan AIA juga dimeriahkan oleh penampilan Gamelan Bali Sekar Langit KBRI Canberra yang sangat apik. Dimainkan oleh gabungan antara staf KBRI Canberra dengan bule Australia dan masyarakat Indonesia di Canberra yang dipimpin oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Ronny Rachman Noor, Tim Gamelan Bali mempersembahkan Tabuh Bapang Selisir, Tabuh Gilak Sasak dan Tabuh Gilak Penutup.
Acara semakin meriah ketika tiga mahasiswi Indonesia di Canberra, Gek Dyan Putri, Estika Paramita Sani dan Irrawady Rivera, menampilkan salah satu tarian terpopuler Bali, yakni Tari Pendet yang diiringi langsung oleh Tim Gamelan Bali.
Untuk lebih membuat suasana terasa di Indonesia, sejumlah lagu-lagu Indonesia, seperti Tanah Airku, Gelang Sipatu Gelang, Kemesraan, Andaikan Kau Datang dan sebagainya, didendangkan oleh mahasiswi-mahasiswi Indonesia di ANU dan University of Canberra, yakni Sofie Marwah, Jessica dan Flora.
Bahkan saat lagu Tanah Airku dimainkan, beberapa bule Australia yang hadir juga ikut menyanyikannya.
AIA yang anggotanya terdiri dari beragam profesi, mulai dari akademisi, pebisnis, akuntan, hingga seniman, merupakan asosiasi masyarakat Australia pecinta Indonesia. Umumnya mereka pernah tinggal di Indonesia atau berinteraksi dengan masyarakat Indonesia dalam rentang waktu yang cukup lama.
Secara aktif mereka menggelar berbagai kegiatan untuk mempertahankan kedekatan mereka dengan Indonesia, seperti pertemuan bulanan, mengumpulkan dana untuk disumbangkan ke Indonesia, mengundang mahasiswa Indonesia ke Australia hingga mempromosikan seni dan budaya Indonesia.
Menurut Les Boag, Presiden AIA saat ini, acara pertemuan anggota AIA yang dikemas dalam AIA Winter Dinner merupakan pertemuan rutin tahunan untuk membantu memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Australia.
Pak Les, demikian banyak orang Indonesia memanggilnya, juga melaporkan bahwa acara ini bertujuan untuk menggalang dana untuk sejumlah sekolah di Indonesia, bekerjasama dengan the Nusa Tenggara Association (NTA). Salah satunya adalah untuk membantu pengembangan kapasitas guru-guru di wilayah terpencil di Indonesia.
Dalam acara tersebut, juga disuguhkan masakan khas Indonesia, yakni rendang daging lengkap dengan sambalnya. Rendang sengaja dipilih sebagai menu utama untuk mengobati rasa kangen mereka terhadap masakan Indonesia.