Pria Ini Ingin Menggunakan Sperma Anaknya yang Sudah Meninggal Supaya Punya Cucu
Setelah putra tunggalnya meninggal dalam dinas militer, pria ini berjuang untuk menggunakan sperma anaknya agar bisa punya cucu.
Baruch Ben Yigal belum pernah mendengar tentang ekstraksi sperma sampai putranya tewas dalam aksi militer, tiga tahun lalu.
Pada hari dia diberitahu tentang kematian Amit, Ben Yigal mengatakan dia ingat mendapat telepon yang menanyakan apakah dia ingin sperma putranya diambil.
"Seorang pria menelepon saya, sekitar jam 7 pagi, dan dia mengatakan ada sesuatu yang disebut 'pengambilan sperma'. Saya tidak tahu hal seperti itu ada," katanya.
Meskipun terkejut, Ben Yigal dengan cepat mengiyakan proposal tersebut.
"Saya langsung mengatakan kepada satuan Angkatan Darat, 'Saya meminta Anda melakukan pengambilan sperma Amit'.
"[Kami] menandatangani dokumen dan tindakan dilakukan."
Saat itu, Ben Yigal tidak yakin apa yang akan terjadi dengan sperma anaknya.
Tetapi keputusan mendadak itu menempatkannya di jalur yang kontroversial untuk mengubah undang-undang fertilitas Israel.
RUU yang didukung oleh politisi yang kuat
Israel saat ini mengizinkan istri tentara yang gugur untuk menggunakan sperma mereka secara anumerta untuk fertilisasi in vitro (IVF).
Tapi Ben Yigal mengatakan kebijakan itu harus diperluas untuk mencakup orangtua tentara yang gugur.
Putranya, Amit, adalah seorang prajurit tempur berusia 21 tahun ketika dia terbunuh dalam serangan Tentara Israel di Tepi Barat.
Ben Yigal mengatakan Israel memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung kesinambungan tentara yang gugur, karena keterlibatan dalam militer adalah wajib bagi warga negara Israel.
Pentingnya memiliki cucu adalah upaya untuk meneruskan keturunan dan kesinambungan keluarga, menurut Ben Yigal.
"Ini bukan soal kesinambungan saya, ini kesinambungan untuk Amit.
"Bahwa dia akan memiliki seorang anak di dunia — bahwa ketika anak ini dewasa, menikah dan berkeluarga, dia akan mengatakan ayahku adalah pahlawan Israel, Amit Ben Yigal."
Dia kemudian memelopori undang-undang baru untuk mengubah undang-undang IVF.
Rancangan undang-undang tersebut mendapat dukungan luar biasa saat pertama kali dibacakan di parlemen Israel dan mendapat dukungan dari politisi yang berpengaruh.
Berdasarkan proposal tersebut, pasangan atau orangtua dari tentara yang gugur akan memiliki waktu 72 jam setelah seseorang meninggal untuk mengambil spermanya.
RUU itu juga berusaha untuk mengatasi masalah lain yang mungkin terjadi, termasuk akses ke keuntungan militer.
Jika seseorang meninggal selama dinas militer dan mereka telah memiliki anak, keluarga tersebut menerima tunjangan, tetapi hak tersebut tidak diberikan kepada ibu yang mengambil sperma tentara yang gugur dan melahirkan anak mereka setelah mereka meninggal.
Ahli etika medis Gil Segal mengatakan dukungan terhadap undang-undang tersebut akan dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Israel yang kuat, yang merayakan dan mendorong reproduksi sebagai pilar masyarakat.
"Anda harus mengerti, di Israel, ini bukan bioetika biasa, ini bioetika Barat dengan kecenderungan budaya, agama, dan sejarah yang sangat kuat," kata Dr Segal.
"Dan dalam pengertian itu, untuk satu alasan, reproduksi sangat penting dalam masyarakat kita, sejarah kita — [mengingat] Holocaust dan kebutuhan untuk eksis sebagai sebuah negara."
Pertanyaan etis untuk hukum yang baru
Undang-undang yang diusulkan akan meminta tentara untuk memilih apakah mereka menyetujui penggunaan sperma mereka, jika mereka meninggal.
Dr Segal mengatakan gagasan persetujuan adalah masalah etika utama dan menekankan bahwa perubahan dapat menciptakan generasi yatim piatu yang terencana.
"Memiliki seorang anak dalam status yatim piatu terencana, artinya ayahnya telah meninggal sebelum dia lahir … menciptakan masalah sipil yang unik," kata Dr Segal.
"
"Apa tujuan hidup anak ini? Apakah dia monumen hidup untuk orang yang sudah mati, yang membatasi dan mempersempit masa depannya yang terbuka?
"
"Apakah harapan bahwa dia harus seperti ayahmu atau seperti ibumu?
"Itu beban yang berat untuk dipikul."
Sementara angka pastinya tidak diketahui, seorang dokter kesuburan Israel terkemuka memperkirakan ada lebih dari 100 kasus orang mengambil atau menyimpan sperma orang yang mereka cintai di seluruh Israel, dengan harapan dapat digunakan untuk cucu di masa depan.
Ayah yang putus asa untuk menjadi seorang kakek
Beberapa keluarga militer yang juga meminta izin untuk memiliki cucu telah bergabung dalam perjuangan Ben Yigal.
"Kita berada di era di mana setiap orang bisa menjadi orangtua, khususnya di negara Israel," kata Ben Yigal.
"Jadi kenapa aku tidak bisa menjadi kakek?"
"[Amit] adalah anak saya satu-satunya, saya tidak punya anak lain, tidak ada.
"Saya tidak punya ayah, saya tidak punya ibu dan sekarang saya tidak punya anak."
Ben Yigal mengatakan Amit menginginkan seorang anak dan dia bermaksud untuk memberikan sperma putranya kepada seorang wanita yang bersedia, yang kemudian akan menjadi ibu dari anak tersebut.
Dia mengatakan dia memiliki lebih dari 5.000 wanita yang menawarkan untuk menjadi orangtua cucunya di masa depan.
"Di sini kami menawarkan satu paket, semuanya," kata Ben Yigal.
"Dia akan mendapatkan saya sebagai kakek dan dia akan mendapatkan [ibu Amit] sebagai nenek.
"[Anak] yang dikandungnya akan memiliki banyak keluarga — mereka tidak akan sendirian."
Parlemen Israel diperkirakan akan memberikan suara akhir pada undang-undang tersebut akhir tahun ini.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari laporan ABC News.