Percy Trezise, Pelestari Karya Seni Tertua dalam Sejarah Manusia
Percy Trezise, seorang mantan pilot perang dunia dan juga seniman, dikenal atas jasanya melestarikan seni batu Quinkan di Queensland, Australia. Seni ini dianggap karya seni tertua di dunia. Saat ini, karya berusia puluhan ribu tahun tersebut terancam ekspansi tambang.
Karya-karya 'Quinkan' terletak di dekat kota kecil Laura, yang letaknya sekitar empat jam dari kota Cairns.
Sekitar 35.000 tahun lalu, orang-orang Aborigin dari semenanjung Cape York menghabiskan musim hujan di ratusan gua yang merupakan bagian dari semacam tebing batu pasir. Dalam gua-gua itu, mereka memasak, tidur, melukis, bercerita, dan mengadakan upacara.
Dari masa tinggal mereka di gua-gua tersebut, dilahirkan karya-karya seni budaya tertua dan terlama di sejarah manusia.
Menurut peneliti Rosy Whelan, melihat karya tersebut "hampir seperti melihat album foto seseorang, di mana mereka menjelaskan pada anda makna kehidupan mereka, budaya mereka, dan cara hidup mereka."
Sejak sekolah menengah, Percy Trezise sudah tertarik pada budaya Aborigin.
Ia menjadi pilot tempur pada Perang Dunia II. Tahun 1956, Ia ditawarkan pindah ke Cairns, dan itu dilihatnya sebagai kesempatan bertemu orang-orang Aborigin.
Pada tahun 1960, ada berita di surat kabar setempat tentang ditemukannya seni batu Aborigin.
Percy bersama istrinya Beverley dan keluarga mereka tinggal berpuluh tahun di kota Laura. Percy membeli bar setempat, yang kemudian menjadi pusat budaya.
Ia pun berteman dengan penduduk Aborigin setempat, terutama Dick Roughsey, yang ingin agar Percy mengajarinya melukis pemandangan. Sebagai gantinya, Roughsey mengenalkan Percy pada budaya Aborigin.
Roughsey membantu Percy berkenalan dengan tetua-tetua yang masih mengetahui makna karya seni di batu gua tersebut.
Steven Tresize mengingat bagaimana giatnya ayahnya bekerja. "Bapak menghasilkan tiga atau empat buku, sekitar 30 buku anak dengan ilustrasi. Ia membuat ratusan lukisan pemandangan, dan ratusan meter peta kanvas reproduksi seni batu."
Percy menyadari bahwa tak ada perlindungan formal bagi seni batu. Bersama Dick dan penduduk bumiputera setempat, Ia mendorong agar daerah tersebut dijadikan taman nasional, dan meminta agara komunitas Aborigin setempat menangani kawasan tersebut. Ia berperan penting dalam pengabulan permintaan ini oleh pemerintah.
Ia membeli dua properti: Jowalbinna dan Deighton River, dimana di dalamnya terdapat beberapa situs seni batu penting. Anak-anaknya mendirikan bisnis bernama Trezise Bush Guides untuk mendukung pelestarian daerah tersebut. Bisnis tersebut masih berjalan hingga kini.
Tahun 1966, Percy diberi penghargaan Order of Australia atas jasanya di bidang pelestarian dan seni. Ia meninggal tahun 2005.
Pada akhir tahun 1800an, Semenanjung Cape York terkena demam tambang emas. Kawasan ini juga digunakan untuk peternakan, tapi kegiatan pertambangan belum pernah menyentuh daerah 'Quinkan'.
Namun, menurut arkeolog Dr Noelene Cole, akhir-akhir ini makin banyak yang meminta izin untuk menambang di sana. Menurutnya, kebijakan-kebijakan historis yang sudah berlaku tak cukup menghalau para penambang.
Sepertinya, cara terbaik melindungi kawasan tersebut adalah dengan cara memasukkannya ke daftar warasan dunia.
Pemerintah pusat Australia sebelumnya tengah memproses ini, tapi saat ini tak diketahui sampai sejauh mana proses tersebut berlangsung.
Anak-anak Percy masih berbagi pengetahuan dengan petugas-petugas Aborigin setempat.
Namun, ada juga batasannya. Sebagian pengetahuan dan situs yang ada dianggap tabu bagi kelompok-kelompok Aborigin tertentu. Sebagian pengetahuan tersebut juga lebih bersifat akademik.
Obsesi terhadap karya seni batu seringkali mengakibatkan anak-anak Percy: Matt dan Steven, meninggalkan rumah selama berbulan-bulan. Keduanya sudah berpisah dengan pasangan mereka.
Diantara 18 cucu Percy dan Beverly, yang masih berhubungan dengan rumah keluarga mereka di Jowalbinna hanyalah anak-anak perempuan Matt, Grace dan Laura.
Menurut Grace, cucu-cucu yang lain tinggal di daerah selatan atau di luar negeri.