‘Pengkhianat’ dan Saling Tuding: Ada Apa Lagi Antara Australia dan China?
Ketegangan hubungan Australia dan China kian memanas pekan ini setelah kedua pihak saling melontarkan tudingan terkait bagaimana warga mereka ditahan dan diperiksa di masing-masing negara.
Rabu kemarin (9/09), Kementerian Luar Negeri China mengecam Australia yang mereka tuding telah “bertindak irasional” karena menggerebek kediaman empat jurnalis China di Australia serta membatalkan visa dua peneliti asal China.
Laporan ABC telah mengungkap identitas jurnalis dan akademisi China yang diselidiki oleh Kepoolisian Federal Australia (AFP) dan Badan Intelijen Australia (ASIO).
Di antaranya yaitu kepala biro Layanan Berita China Australia, Tao Shelan; kepala biro China Radio International Sydney, Li Dayong; pengamat dan komentator media Profesor Chen Hong; dan pakar kajian Australia, Li Jianjun.
AFP dan ASIO sedang menyelidiki dugaan keterlibatan Partai Komunis China (PKC) untuk menyusup ke Parlemen negara bagian New South Wales melalui kantor politisi Partai Buruh bernama Shaoquett Moselmane.
Mantan staf untuk Shaoquett, yakni John Zhang sedang diselidiki untuk mengetahui apakah ia telah memanfaatkan grup obrolan di aplikasi WeChat untuk mendorong Shaoquett mengadvokasi kepentingan China di New South Wales yang beribukota Sydney.
Penyelidikan ini semakin memicu krisis diplomatik antara China dan Australia setelah jurnalis ABC Bill Birtles dan jurnalis Australian Financial Review Michael Smith dievakuasi dari China.
Sebelumnya, penyiar berita TV di China yang memegang paspor Australia, Cheng Lei, telah ditahan oleh polisi China dengan tuduhan membahayakan keamanan nasional.
Apakah Australia dan China saling balas?
Penyelidikan yang dilakukan AFP dan ASIO diketahui publik pada akhir Juni lalu, ketika terjadi pengerebekan di Parlemen NSW dan di rumah serta kantor Shaoquett dan John.
Para jurnalis China tersebut tidak menanggapi pertanyaan ABC namun media China News Service melaporkan rumah keempat jurnalis digeledah pada 26 Juni lalu.
“Barang-barang seperti ponsel, komputer, dan bahan tulis disita. Pada akhirnya, hasil investigasi Australia membuktikan jika jurnalis China tidak melakukan aktivitas yang tak sesuai dengan identitas mereka,” demikiran laporan China News Service.
China News Service dimiliki dan diawasi oleh Kantor Urusan Luar Negeri Dewan Negara China, yang digabungkan ke dalam organ Partai Komunis China, United Front Work Department, pada tahun 2018.
Pada saat kejadian Beijing tak secara terbuka mengutuk penggerebekan ini, namun tadi malam juru bicara Kementerian Luar Negeri, Zhao Lijian mengecam Australia.
“Perilaku Pemerintah Australia sangat mengganggu pemberitaan normal media China di Australia, secara terang-terangan melanggar hak dan kepentingan sah jurnalis China di sana dan menyebabkan kerusakan parah pada kesehatan fisik dan mental para jurnalis dan keluarga mereka,” kata Zhao.
Zhao menambahkan semua pekerja media tersebut kini telah kembali ke China.
Sumber ABC di Pemerintah Australia mengonfirmasi jika aparat telah berbicara dengan para jurnalis China sebagai bagian dari penyelidikan campur tangan asing di Australia.
Sementara itu beberapa pejabat Australia mencurigai tindakan China mengintimidasi Bill dan Michael merupakan “pembalasan langsung atas penyelidikan di Australia”.
China anggap Australia ‘berkhianat’
Play
Space to play or pause, M to mute, left and right arrows to seek, up and down arrows for volume.
Perseteruan terbaru ini tampaknya tak bisa dilepaskan dari ketegangan yang muncul pada awal masa pandemi COID-19, ketika Australia tiba-tiba mengusulkan digelarnya penyelidikan asal-usul penyebaran virus corona di Wuhan.
Beberapa pekan lalu, wakil kepala misi diplomatik China di Australia, Wang Xining berbicara di depan forum National Press Club di Canberra.
Ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk melontarkan sindiran kepada sikap Australia yang dianggapnya bersikap bermusuhan, justru ketika China sedang berusaha keras mengatasi COVID-19.
“Pemerintah Australia tidak pernah berkonsultasi dengan Pemerintah China sebelum proposal [penyelidikan asal-usul COVID-19] keluar,” katanya.
Kemudian Wang juga menuding usulan Australia untuk penyelidikan asal usul COVID-19 di China tak lepas dari perintah Amerika Serikat.
“Proposal diajukan pada saat AS mencoba [menyalahkan China] sehingga proposal itu akan membantu Washington untuk lebih menekan China,” katanya.
Wang mengatakan usulan penyelidikan asal usul virus corona terjadi bertepatan saat Wuhan dan sebagian besar wilayah China memulai membuka lockdown COVID-19.
Ia secara dramatis dalam forum di Canberra menyitir kata-kata terakhir Kaisar Romawi Julius Caesar sebagaimana ditulis sastrawan Inggris William Shakespeare: “Et tu, Brute?”
“Kamu juga, Brutus?” ucap sang kaisar ketika mengetahui orang kepercayaannya itu turut menikamkan pisau untuk membunuhnya.
Brutus diasosiasikan sebagai pengkhianat dan pesan inilah yang sepertinya ingin disampaikan Wang Xining kepada Australia.
Meskipun pemaparan Wang sangat artikulatif, namun tampaknya tak akan mengubah apa-apa di kalangan pejabat Australia di Canberra.
Alasan utamanya yaitu karena Pemerintahan PM Scott Morrison lebih fokus pada apa yang dilakukan Pemerintah China daripada apa yang dikatakannya.
Pemerintahan PM Morrison tidak memiliki kontak tingkat tinggi dengan China sejak Menteri Perdagangan Simon Birmingham melakukan perjalanan ke Shanghai pada November 2019.
Beijing tampaknya bertekad untuk menghukum Canberra karena telah menentangnya. Pesan ini ditujukan tidak hanya ke Canberra, tetapi juga ke negara-negara lain.
ABC telah mengontak Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri Australia untuk memberikan tanggapan.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari berbagai sumber.