Pakar Kanker Hati di Australia Ini Berasal Dari Timor Timur
Di sebuah laboratorium sederhana di Sydney, New South Wales (NSW) seorang ilmuwan menyoroti sirosis dan kanker hati – kanker yang membunuh orang Australia pada tingkat pertumbuhan tercepat.
Dr Angelina Lay adalah seorang ilmuwan terkenal yang bangga bahwa dia dapat membantu perawatan lanjutan untuk penyakit hati, namun realitasnya bahwa dia berhasil lulus sekolah saja sudah merupakan satu keajaiban.
Dr Angelina Lay baru bersekolah ketika umur 12 tahun, dan dia dua kali bergabung dengan sekolah yang mengajar dalam sebuah bahasa yang hampir tidak dia mengerti.
Sekolah dikepung
Dr Lay lahir di Timor Timur pada awal tahun 1970-an beberapa tahun sebelum Indonesia menyerang dan menjadikan bagian salah satu provinsinya.
Sekolah-sekolah ditutup saat terjadi kekacauan dan saat dibuka kembali, orang tua Dr Angelina Lay terlalu takut terhadap konflik yang sedang berlangsung untuk mengijinkan anak mereka keluar dari rumah-rumah mereka.
“Selama masa konflik, keluarga -keluarga tinggal berkelompok – Anda hanya bermain dengan teman Anda, hanya itu yang kami ketahui. Bukan seperti sekolah, seperti apa rasanya duduk di kelas dan diajarkan tentang hal-hal di sekitar Anda.”
Dia enam tahun lebih tua dari kebanyakan anak saat dia mengenakan seragam sekolah untuk pertama kalinya di usia 12 tahun.
“Ini adalah hari yang sangat menyenangkan bagi saya – bertemu dengan sesama siswa dan belajar dan berada di kelas. ” katanya.
Tapi bukan hanya dia sangat tertinggal, dia juga berada di sekolah yang mengajar dalam bahasa pengantar yang tidak dipelajarinya dari lahir.
Di rumah, keluarganya berbicara dengan Bahasa Haka, sebuah dialek China, dan Dr Angelina Lay juga telah menyerap bahasa Tetum, bahasa Timor.
Tapi ketika Timor Timur di bawah pendudukan Indonesia, sekolahnya menggunakan bahasa Indonesia.
Awal yang baru
Ketika konflik di Timor Timur memburuk pada awal 1990-an keluarga Dr Angelina Lay memutuskan pindah ke Sydney.
Di sana dia harus memulai sekolah baru, kali ini di usia 19 tahun, dengan hanya mengikuti kursus singkat bahasa Inggris selama enama bulan.
Dia ingat harus mempelajari sebuah novel untuk ujian akhir sekolah menengah di negara bagian New South Wales (HSC) dan di dalam buku itu kemudian penuh coretan terjemahan dalam bahasa Indonesia.
“Saya tidak tahu bagaimana saya bisa memahami keseluruhan buku, itu adalah tahun terberat yang pernah saya alami,” katanya.
Sekolah di Sydney itu juga menciptakan kecanggungan lain bagi Angelina.
Murid-murid lain di kelasnya berusia dua atau tiga tahun lebih muda, dengan kelompok pertemanan yang sudah terbentuk dengan kuat sehingga sulit baginya untuk bergabung dengan mereka.
Tapi dia tahu dia ditawari kesempatan besar yang tidak dimiliki banyak teman dan keluarganya di rumah.
Usahanya ini terbayarkan: dia mencapai nilai yang sangat baik dan diterima dalam program sains lanjutan di UNSW.
Dia kemudian melakukan tahun-tahun kuliah berharga itu dengan fokus pada penelitian.
“Saat itulah saya memutuskan bahwa inilah yang akan saya lakukan selama sisa hidup saya – menjadi ilmuwan medis,” katanya.
Target berikutnya adalah target PhD, dengan menghasilkan tidak hanya penelitian baru yang canggih dalam memahami pengobatan kanker, tapi juga tesis yang sudah diterima untuk dipublikasikan di majalah sains bergengsi Nature.
Dengan prestasinya itu karirnya terbentuk, dan pintu menuju laboratorium di seluruh dunia terbuka baginya.
Setelah delapan tahun melakukan pekerjaan postdoctoral di AS, Dr Lay kembali ke Sydney dengan beberapa terbitan lagi atas namanya, juga seorang suami dan seorang putra, dan mulai bekerja menjadi peneliti di Centenary Institute.
Pertarungan lain
Tapi meski dengan semua prestasi yang sudah diraihnya, dia masih menganggap sains sebagai bidang yang sulit untuk dikerjakan sebagai seorang perempuan.
“Ketika Anda masuk ke dunia sains, ini adalah bidang yang didominasi laki-laki, tapi bukan berarti tidak ada kesempatan bagi perempuan,” katanya.
“Jika saya bisa melakukannya, siapapun bisa melakukannya.
“Saya selalu mengatakan kepada putri saya untuk menjadi seorang ilmuwan – ada banyak hal menyenangkan yang dapat Anda lakukan dengan sains dan ini sangat sesuai dengan semua hal yang kita lakukan setiap hari.”
Terlepas dari tantangan itu, Dr Lay menghadapi dua anak sambil melakukan penelitian lanjutan, dia tidak dapat membayangkan karir di luar lab sains.
“Bayangkan dampaknya,” katanya.
“Suatu hari nanti Anda bisa mengerti penyakit, bagaimana hal itu terjadi dan bagaimana kita menghentikannya terjadi, itulah dorongan saya.”
11 Februari adalah Hari Perempuan dan Anak Internasional di Sains.