ABC

Menggali Sejarah Grafiti di Australia

Grafiti banyak ditemukan di tiap sudut kota di Australia, namun para arkeolog tengah melihat fenomena ini dengan perspektif baru.

Grafiti di Pertokoan Lyneham. (Foto: Gregory Nelson)
Dari narapidana ke penggembala, hingga ke seniman jalanan, grafiti memiliki sejarah panjang di Australia dan para arkeolog baru saja memulai proyek penelitian jangka panjang mengenai ‘coretan’ seni ini.

Masyarakat Australia telah menuangkan pikiran mereka ke atas dinding sejak orang-orang asli benua ini mulai menggambar di batu dan gua.
.
Arkeolog Ursula Frederick dari Australian National University, adalah salah satu anggota tim arkeolog yang bertugas mengumpulkan data.

Ia memiliki ketertarikan pada grafiti kontemporer, dan juga menghabiskan waktunya untuk menyurvei grafiti yang terpampang di bekas stasiun ‘Quarantine’ di Sydney.

Areal ini pernah digunakan sebagai klinik medis bagi para imigran dan pelancong yang dicurigai membawa virus penyakit menular ke Australia, pada masa 1835-1984.

Ada lebih dari 1000 pesan yang tertulis di batu pasir yang terletak di sekitar struktur bangunan.

“Anda mulai bisa melihat apa yang dibayangkan sekelompok orang dengan identitas yang sama tentang hirarki sosial,” ujar Ursula.

Para arkeolog itu mampu mempelajari grafiti tua yang pesan-pesannya diumpamakan kartu pos dari masa lalu.

Di selat Torres, misalnya, ada sebuah gua pos yang menjadi tempat berbagai generasi pelaut meninggalkan pesan mereka kepada pelaut lainnya untuk dibaca.

Grafiti mengungkap kepingan sejarah

Selama ini, mereka yang merasa menjadi kaum terpinggirkan, terisolasi, dan terjebak-lah yang melirik grafiti sebagai sarana berekspresi.

Atas kondisi itu, para arkeolog mengatakan ada banyak yang perlu diinvestigasi.

Mempelajari grafiti dengan metode arkeologi mencakup penyusunan jajak pendapat dan perekaman detil fisik seperti warna, teknik dan konten.

“Arkeologi dapat menampilkan sebuah pandangan berbeda dengan melihat langsung barangnya ketimbang hanya mendengarkan apa yang orang-orang perbincangkan mengenai hal itu,” terang Dr. Ursula.

Namun mempelajari grafiti memiliki tingkatan stigma yang berlaku di komunitas arkeolog.

Para arkeolog menolak untuk mengeksplor grafiti karena ada ketegangan antara tuntutan profesi untuk merawat segala jenis warisan dengan pengetahuan yang terkadang membuat kita berpikir bahwa vandalisme bertanggung jawab atas perusakan tersebut.

“Itu sedikit masalah buat para arkeolog karena banyak situs bersejarah yang kami pedulikan dan jadikan materi riset, terekspos vandalisme,” terang Ursula.

Walau ada resiko yang terlibat, masih ada manfaat yang bisa diraih.

“Kami ingin menarik perhatian arkeolog muda untuk melihat bahwa ada bentuk lain dari arkeologi yang bisa dilakukan, yang bisa dilihat selama jam kerja dan menerapkan metode arkeologi,” tutur Ursula.