Mahkamah Agung AS Dukung Larangan Masuk Dari Negara-Negara Muslim
Mahkamah Agung AS seolah telah memberikan ‘kemenangan’ kepada Donald Trump dalam periode kepresidenannya, dengan mengukuhkan larangan masuk ke negara Amerika Serikat bagi lima negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Mahkamah Agung AS juga menolak jika dukungannya tersebut mewakili diskiriminasi agama.
Dalam keputusan tersebut 5 hakim agung mendukung dan 4 hakim agung menolak. Keputusan ini sekaligus mengakhiri pertarungan sengit di pengadilan soal apakah kebijakan tersebut merupakan pelanggaran hukum bagi pelarangan terhadap umat Muslim.
Presiden Trump kini bisa mepertahankan kebijakannya, setelah pengadilan di tingkat yang lebih rendah menghadang aturan soal larangan bagi sejumlah negara Muslim yang diumumkan pada bulan September, serta dua versi sebelumnya.
Menindaklanjuti dukungan Mahkamah Agung, Presiden Trump langsung memberikan pernyataan di Gedung Putih.
"Keputusan Mahkamah Agung hari ini adalah kemenangan luar biasa bagi rakyat Amerika dan konstitusi," kata Presiden Trump.
“Putusan ini juga sebagai pembenaran mendalam setelah berbulan-bulan mendapat komentar histeris dari media dan politisi Demokrat, yang menolak melakukan apa yang diperlukan untuk mengamankan perbatasan dan negara kita.”
Dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump memperkuat alasannya untuk larangan tersebut.
“Kita harus tangguh, dan kita harus aman, dan kami harus terjamin. Paling tidak, kita harus memastikan bahwa kita memilih dengan hati-hati siapa yang akan datang ke negara itu,” katanya.
Hakim Agung John Roberts mengatakan bahwa pemerintah “telah menetapkan cukup pembenaran keamanan nasional” untuk membuktikan diri lebih kuat.
Dukungan ini berarti menegaskan kewenangan luas presiden soal siapa yang diizinkan masuk ke Amerika Serikat.
Ini berarti bahwa larangan yang sudah berlaku saat saat itu dapat tetap berlaku dan Trump berpotensi menambahkan lebih banyak negara ke dalam daftarnya.
Presiden Trump mengatakan kebijakan ini perlu diambil untuk untuk melindungi negara dari serangan militan Islam.
Larangan saat ini, diumumkan pada bulan September, melarang sebagian besar warga dari Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman untuk masuk ke Amerika Serikat.
Mahkamah Agung mengizinkan pemberlakuan efektif yang lebih luas pada bulan Desember, sementara penentangan secara hukum berlanjut.
Hakim Roberts mengatakan tindakan yang diambil oleh Presiden Trump untuk menangguhkan orang-orang dari kelas adalah “otoritas eksekutif yang sebetulnya langkah ini bisa saja diambil oleh presiden lainnya – satu-satunya pertanyaan adalah mengevaluasi tindakan presiden dalam mengumumkan secara resmi yang resmi.”
Namun kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam keputusan dan dukungan tersebut.
“Dukungan ini akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu kegagalan besar Mahkamah Agung,” kata Omar Jadwat, seorang pengacara dari serikat American Civil Liberties Union, yang menentang larangan tersebut.
Keputusan pengadilan “menelan bulat-bulat alasan keamanan nasional yang lemah untuk pelarangan itu, dan bukannya menganggap serius penjelasan sendiri dari presiden atas tindakannya,” tambah Omar.
"Tidak sejak keputusan tentang perbudakan, pemisahan di sekolah, dan penahanan warga Amerika Serikat asal Jepang, kita melihat keputusan yang jelas-jelas telah gagal melindungi mereka yang paling rentan terhadap diskriminasi, yang dibuat oleh pemerintah," kata Farhana Khera, Direktur Eksekutif kelompok Muslim Advocates.
Artikel ini dirangkum dari laporan aslinya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca disini.