Lima Cara Dunia Mengatasi Sampah dan Limbah
Filosofi limbah nol, bertujuan untuk menghilangkan jumlah barang-barang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), terus melesat baru-baru ini.
Ungkapan ini muncul secara teratur dalam pidato, lokakarya, dan presentasi dalam konferensi Pengelolaan Limbah Sampah 2017. Tahun ini, konferensi tahunan tersebut diadakan di Coffs Harbour, negara bagian New South Wales.
Ratusan delegasi menghadiri konferensi tersebut. Beberapa berasal dari Amerika Serikat dan Inggris. Mereka berbagi kisah sukses dan strategi untuk mengurangi dan membuang berbagai jenis sampah secara efektif.
Inilah lima cara menangangi sampah dan limbah di seluruh dunia
1. Mengurangi makanan yang dibuang
Salah satu pembicara utama, Richard Swannell, seorang direktur pengembangan badan amal Inggris WRAP. Ia juga bekerja dengan pemerintah, bisnis, dan masyarakat untuk meningkatkan efisiensi sumber daya.
Menurutnya, limbah pangan merupakan isu besar secara global.
Ia mengatakan butuh setidaknya satu wilayah seukuran Cina untuk menumbuhkan bahan pangan yang dibuang setiap tahunnya.
“Negara-negara di seluruh dunia mulai mendapat data soal ini, dan begitu memilikinya, Anda dapat mulai bertanya apa yang harus difokuskan,” katanya.
“Pertanyaannya adalah mencoba meminimalkan [limbah] seluruhnya.”
“Keluarga rata-rata dapat menghemat sekitar AU$ 1.200, sekitar Rp 12 juta, setiap tahunnya jika bisa meminimalkan makanan yang mereka makan.”
Richard merujuk pada redistribusi makanan berlebihan sebagai area yang membutuhkan perhatian.
“Saya tahu itu terjadi di Australia dan juga di Inggris,” katanya.
Di Australia, organisasi seperti REAP Food Rescue menghubungkan donor bisnis makanan lokal dengan badan amal setempat dan menyelamatkan lebih dari 12.000 kilogram makanan berlebijhan setiap bulannya.
2. Gizmos daur ulang dan gadget
Spyro Kalos adalah seorang pakar untuk organisasi daur ulang telepon nirlaba di Australia, Mobile Muster. Organisasi ini mendaur ulang telepon lama.
Ia mengatakan di seluruh Australia, ada sekitar 22,5 juta ponsel yang tidak terpakai, bersembunyi di laci, lemari dan garasi.
“Mereka tidak bisa terurai secara biologis dan tidak boleh dibuang ke tempat sampah,” katanya.
“Telepon yang kita punya memiliki tingkat pemulihan 98 persen.”
“Itu berarti hampir semua bahan bisa dibuat kembali ke bentuknya yang mentah, lalu dimasukkan kembali ke dalam rantai pasokan untuk pembuatan produk baru.”
“Ada plastik, logam, dan kaca pada perangkat itu … semuanya dapat kita daur ulang dan gunakan kembali dengan cara yang ramah lingkungan.”
“Mereka sumber daya yang tidak aktif … kita bisa mengambil bahan dari produk ini dan menggunakannya untuk menghasilkan yang baru.”
3. Mengambil tiga untuk laut
Peselancar Tim Silverwood memulai kelompok aksi lingkungan Take 3 for the Sea, setelah melihat secara langsung dampak dahsyat dari plastik laut di lingkungan alam.
Kampanye ini mendorong orang untuk mengambil tiga barang atau sampah, saat mereka meninggalkan pantai.
“Sekarang kita bersama puluhan ribu orang di seluruh dunia yang melakukannya.”
Tim mengatakan plastik di lautan adalah pertanda polusi yang dihasilkan di darat.
Ia berbicara di hadapan konferensi tentang bagaimana Australia bisa memberi contoh bagi seluruh dunia.
“Mudah-mudahan kita bisa melihat Australia menjadi pemimpin global dalam menangani limbah dan polusi,” katanya.
4. Bukan sekadar tempat pembuangan akhir
Kota Vancouver di Kanada memiliki tujuan ambisius untuk menjadi komunitas bebas limbah di tahun 2040.
Artinya, tidak ada limbah sama sekali yang masuk ke tempat pembuangan sampah akhir.
Albert Shamess, direktur pengelolaan limbah kota, mengatakan ini adalah usaha yang keras pada tahap awalnya.
“Daripada memiliki aliran limbah linier dari manufaktur hingga pengiriman, konsumsi dan pembuangan, kita malahan memiliki ekonomi yang berputar, dimana limbah dari berbagai komponen dijadikan sumber daya,” katanya.
Shamess mengatakan tempat pembuangan sampah di Vancouver kini sedang mengarah menuju fasilitas mutakhir.
“Mereka membatasi apa yang masuk ke dalamnya, ada pengawasan dan pengumpulan gas, dan menghasilkan tenaga dari gas itu,” katanya.
5. Mengkonsumsi dengan teliti
Di antara masing-masing pembicara yang diwawancarai, ada kesepakatan bersama bahwa setiap individu dapat membuat perbedaan besar, dengan mengubah kebiasaan konsumsi mereka.
Albert mengatakan tantangan terbesar menuju bebas limbah adalah masalah sosial.
“Kita perlu mengubah dari masyarakat konsumen ke masyarakat yang melestarikan,” katanya.
“Struktur ekonomi kita berdasarkan pada konsumsi, semua ukuran yang kita gunakan berdasarkan pada seberapa banyak kita mengkonsumsi dan berapa banyak uang yang dihasilkan.”
“Sebelum kita mengubah pola pikir itu, maka akan menjadi sangat sulit.”
Tim setuju.
“Kita mengkonsumsi terlalu banyak, dan jika kita ingin menghentikannya, kita harus mengubahnya,” katanya.
“Kita membuang sampah di tempat sampah dan berpikir akan hilang begitu saja, tapi kita seringkali tidak memikirkan kemana ‘hilangnya’.”
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada pukul 16:00 AEST. Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.