Lilik Indrijati Petualang Alam Asal Malang, Masih Naik Turun Gunung di Usia Paruh Baya
Di usia 55 tahun, Lilik Indrijati masih aktif mendaki gunung dan mengeksplorasi alam, bahkan seorang diri. Baginya, petualangan adalah kebahagiaan karena dengan aktivitas itu, ia banyak menemukan teman baru, sesuatu -yang diakui -membuatnya bersemangat hidup.
“Enggak ada yang istimewa dari hidup saya, semuanya biasa-biasa saja.”
“Hanya ibu-ibu tua yang bolak-balik ke gunung mencari rezeki,” tutur perempuan yang telah mendaki lebih dari 20 gunung di Indonesia -dan pernah melakukannya seorang diri, ini mengawali perbincangannya dengan Nurina Savitri dari ABC Indonesia.
Lilik, yang berdomisili di Malang -Jawa Timur, jatuh cinta pada alam dan gunung sejak duduk di bangku sekolah menengah.
Tak ada yang mengenalkannya. Hanya perjumpaan acak yang kemudian menumbuhkan kecintaan perempuan berambut cepak ini.
“Ketemu teman di SMP, kok cocok, kita mulai suka jalan di gunung.”
“Ya waktu itu kalau lagi enggak punya uang saku (untuk naik gunung), saya ngamen bawa gitar nyanyi jerit-jerit dapat uang banyak buat beli logistik,” cerita ibu dua putra ini sambil terkekeh.
Baru sembilan tahun belakangan, ia menjadikan pendakian dan petualangan sebagai mata pencaharian.
“Awalnya mendaki dengan keluarga dan teman teman, lama-lama ada yang minta diantar, akhirnya malah jarang mendaki dengan teman malah asyik dengan kerja (menemani orang mendaki),” ujar Lilik, yang hanya bisa memeringati hari lahirnya 4 tahun sekali ini karena lahir tanggal 29 Februari.
“Sebelumnya, apa saja saya kerjakan, pernah kerja di media cetak, terus di advertising (periklanan), apa saja dikerjakan asal dapat uang,” imbuhnya.
Hampir tiap hari ia menyambangi Gunung Bromo di Jawa Timur tidak jauh dari tempat tinggalnya di Malang, membawa tamu dan menjadi pemandu.
Lain waktu ia mendaki Gunung Semeru dan gunung-gunung lain di sekitaran Jawa-Bali-Sumatera, memimpin rombongan dan menawarkan pengetahuannya.
Alam gunung yang kental dengan maskulinitas nyatanya tak pernah mengendurkan semangat Lilik, meski beberapa hambatan terkadang menghampirinya.
“Untungnya saya sudah tua jadi enggak ada yang berani godain di tengah jalan.”
“Apalagi pengalaman dari satu gunung ke gunung itu semua sangat mengasyikkan, yang berkesan kalau diusilin hantu saja, tapi hantunya bosan sendiri sampai akhirnya kabur,” kisahnya sambil kembali tertawa.
Tak hanya bangga terhadap pekerjaannya, Lilik menyebut jalan-jalan dan bertualang sebagai candu.
“Saya pernah dibisikin teman ‘sudahlah bu pensiun’, saya bilang kalau pensiun malah cepat mati, eh dia langsung ngakak (terbahak),” tutur perempuan yang juga hobi memasak kue ini.
Dengan mendaki gunung, Lilik mengaku mendapat banyak manfaat fisik. Tapi ada hal-hal mendasar yang selalu membuatnya kembali.
“Udaranya sejuk, view (pemandangan) cantik, ketemu banyak teman dengan berbagai cerita.”
“Punya teman yang sangat banyak saya pikir itulah sensasinya, ngopi bersama, menikmati kabut, sabana yang cantik, danau yang cantik,” katanya.
Lilik mengungkapkan ia tak punya resep khusus untuk menjaga kebugarannya agar bisa terus mendaki.
Ia hanya mengatakan dirinya rutin jalan kaki dan makan secara tidak berlebihan.
Kepada ABC, ia mengaku bahagia melihat tamu-tamu pendakian yang ia pandu belakangan ini semakin bervariasi dalam soal usia.
“Ada yang muda, ada yang tua. Ada komunitas ibu-ibu usia 50an tahun.”
“Bahkan ada yang 72 tahun. Dia saya tuntun naik sampai ke puncak Semeru,” ujarnya bangga.
Mimpi lama yang terwujud
Baru-baru ini, Lilik menuntaskan perjalanan 14 hari ke Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan sepeda motor seorang diri.
Ia berkendara dari Malang ke Bali non-stop, lalu lanjut menyeberang ke Lombok, Sumbawa dan terus mengemudi sampai NTT.
Berkelana dengan motor seorang diri adalah mimpi lamanya.
Lilik mengatakan ia banyak mendapat kemudahan di tengah perjalanannya.
“Kapal ke Labuan Bajo gratis. Makan di kafe dengan pemaksaan sang pemilik, mau dibayar dia bilang gratis.”
“Pas di Ruteng (Flores) tiba tiba dijemput orang diajak makan di hotel mewah.”
Di tengah aktivitasnya yang padat, Lilik mengatakan ia masih sering meluangkan waktu bersama keluarga.
“Suami kalau lagi kosong kerja ya saya ajak bawa tamu sekalian.”
“Kalau saya lagi ada jadwal kosong juga saya sama keluarga langsung ‘mbolang’ (bertualang) ke Bali,” tuturnya.
Menurun ke anak
Pekerjaan Lilik sebagai pemandu wisata alam rupanya menurun ke anak-anaknya.
Dua putra Lilik, kini, juga aktif mendampingi tamu di Bromo-Semeru.
Uniknya, ia justru tak ingin kedua putranya mengikuti jejaknya sebagai pemandu.
“Saya ingin mereka kerja kantoran biar saya saja yang kerja jalan-jalan.”
“Kasihan kalau mereka harus kerja malam tiap hari, selalu berangkat tengah malam,” harap pendaki yang pernah memandu beberapa selebriti Indonesia ini.