ABC

Lembaga Amal Rentan Eksploitasi Kejahatan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

Badan intelejen keuangan Australia memperingatkan lembaga amal dan organisasi nirlaba Australia menjadi target utama pencucian uang dan pendukung terorisme internasional.

Sebuah penilaian risiko oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Australia (AUSTRAC) mengungkapkan bahwa sektor amal berada pada risiko “menengah” karena penjahat dan teroris terorganisir semakin mempertajam strategi mereka.
Studi tersebut mengevaluasi 257.000 organisasi nirlaba terdaftar di Australia, yang menarik kontribusi sebesar $134 miliar setiap tahun dalam kemitraan dengan regulator amal ACNC.
Dalam empat tahun sampai dengan tahun 2016, laporan tersebut menemukan 28 kasus dugaan pendanaan terorisme senilai $ 5,6 juta atau setara Rp53,9 miliar yang melibatkan badan amal yang menyalurkan sumbangan ke luar negeri.

Organisasi nirlaba yang rentan terhadap eksploitasi semacam ini termasuk badan amal atau organisasi lain seperti gereja dan klub olahraga.
Dalam satu contoh, sebuah badan amal menengah yang menyediakan bantuan kemanusiaan yang beroperasi di sebuah negara yang berisiko tinggi untuk pendanaan terorisme dicabut karena status pemerintahannya yang buruk dimana sumbangan dilakukan.
Investigasi oleh ACNC menemukan bahwa badan amal yang tidak disebutkan namanya tidak menyimpan catatan yang sesuai dan tidak ada mekanisme untuk memantau atau melindungi sumbangan yang mereka berikan begitu mereka meninggalkan Australia.

Komisaris ACNC, Susan Pascoe mengatakan bahwa para penjahat tersebut menargetkan pengawasan yang buruk oleh personil, sukarelawan, mitra dan penerima bantuan utama.
“Bahkan satu contoh yang disengaja disalahartikan untuk pendanaan teror atau frontal untuk pencucian uang adalah terlalu banyak dan ACNC tetap waspada terhadap hal itu,” kata Susan Pascoe.

Badan amal kecil paling rentan

Laporan tersebut menemukan kurang dari 3 persen badan amal yang terdaftar Australia beroperasi di negara-negara dengan risiko tinggi pendanaan terorisme, terutama saat membantu bencana alam atau di negara-negara dengan tingkat kejahatan tinggi.
Menteri Kehakiman Michael Keenan mengatakan laporan AUSTRAC menemukan hubungan yang signifikan antara lembaga non profit dan anggota “kelompok kejahatan terorganisir serius” yang dia gambarkan sebagai “penjahat tak tahu malu”.

“Apa yang ditunjukkan oleh laporan ini adalah bahwa badan amal non-profit memiliki kapasitas untuk segera meningkatkan dan menyamarkan pergerakan sejumlah besar dana di luar negeri untuk mendukung individu atau kelompok yang terlibat dalam konflik asing.”
Keenan mengatakan bahwa ancaman kriminal terbesar dari praktek ini adalah terkait dengan kecurangan dan pencurian sumber daya, dan pencucian uang tingkat rendah serta terdeteksi juga penghindaran pajak.
Dari 735 investigasi yang dilakukan antara tahun 2012 dan 2016 terhadap dugaan penyalahgunaan kriminal, hampir semuanya terkait dengan kecurangan atau pencurian sumber daya.
Asisten Menteri Bendahara Michael Sukkar mengatakan bahwa temuan laporan tersebut akan memungkinkan lembaga amal atau nirlaba untuk menilai kerentanan mereka, memperkuat kontrol, dan melaporkan aktivitas yang mencurigakan ke agen penegak hukum.
“Sementara sebagian besar lembaga non profit dijalankan oleh individu yang jujur dan memiliki niat baik, beberapa lembaga non profit telah dieksploitasi untuk aktivitas kriminal, terutama jika badan amal tersebut tidak memiliki kontrol keuangan dan pemerintahan yang kuat,” kata Sukkar.
“Pemerintah akan terus terlibat dengan regulator negara bagian dan teritori untuk memastikan bahwa kita bekerja sama seefektif dan seefisien mungkin untuk memerangi kegiatan ini.”

Diterjemahkan pukul 16.30 WIB, 28/8/2017 oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.