ABC

Kota Marawi Perlu Dibangun Kembali Untuk Cegah Rekrutmen Teroris

Penundaan pembangunan kembali Kota Marawi, Filipina, yang hancur akibat pertempuran selama lima bulan melawan kelompok militan afiliasi ISIS, rawan dimanfaatkan untuk merekrut “musuh-musuh negara”.

Hal itu diakui oleh Kolonel Romeo Brawner, jurubicara Satgas Ranao dari militer Filipina saat ditemui ABC.

Sudah hampir setahun sejak sekelompok kecil kombatan dari kelompok teroris diusir dari Marawi, menyusul serangan udara, artileri dan pertempuran jarak dekat.

Sejak itu, pusat kota yang dikenal sebagai “ground zero”, dinyatakan terlarang bagi penduduk. Sampai kini pembersihan puing-puing perang bahkan belum dimulai sama sekali.

Saat ini ada 62.000 pengungsi, kebanyakan masih tinggal di tenda-tenda, dan semakin frustrasi karena kondisi kehidupan memburuk.

“Ketika mengebom rumah dan masyarakat kami, pemerintah sangat cepat sekali,” ujar ketua Kelompok Konsensus Moro Drieza Lininding kepada ABC.

“Namun untuk urusan rehabilitasi, mereka tak sanggup mengalokasikan dana,” tambahnya.

Rasa frustrasi yang terus meningkat, ditambah kemiskinan dan minimnya pendidikan, diperkirakan menjadi faktor yang rawan dimanfaatkan perekrut ISIS yang masih beroperasi di sana.

“Tentu saja ada bahayanya jika kita menunda pembangunan kembali kawasan ini. Kita menciptakan lebih banyak musuh negara,” kata Kolonel Brawner.

“Tapi kami terus melakukan dialog. Ada kemajuan-kemajuan yang terjadi,” katanya.

Pada Juni 2017, Australia menjanjikan bantuan sebesar $ 24 juta bagi penduduk yang terusir dan upaya perdamaian, termasuk $ 3 juta untuk bantuan makanan sekolah melalui Program Pangan Dunia.

Kondisi Kota Marawi

A wide shot of damaged buildings beside a mosque in Marawi city.
Tentara Filipina berperang dengan kelompok teroris yang terkait dengan ISIS di Marawi selama 5 bulan.

Reuters: Romeo Ranoco

Menelusuri “ground zero” Kota Marawi, di mana ISIS mendeklarasikan kekhalifahan di Asia Tenggara tahun lalu, dengan mudah membuat kita berpikir bahwa kota ini telah dilupakan.

Pusat kota bersejarah yang sebelumnya makmur, kini tinggal reruntuhan. Di sana-sini tampak lubang-lubang beton yang menganga. Dinding bangunan penuh lubang bekas peluru.

Sesekali tampak tulisan “ISIS”, meskipun ada yang mengatakan sebenarnya tanda tersebut ditulis pihak militer.

Keheningan mencekam masih terasa sekali di kota ini. Hanya terdengar suara burung dan jangkrik. Sesekali ada derit bunyi logam, mungkin dari atap atau pasar seng yang diterpa angin.

Pepohonan dan rumputan seakan menguasai kota ini. Reruntuhan bangunan kini dipenuhi semak belukar. Tanaman merambat di tangga gedung. Rerumputan tumbuh di lubang bekas peluru.

Bom yang tak meledak

Colonel Romeo Brawner
Kolonel Romeo Brawner menyatakan status keadaan darurat sebaiknya diperpanjang setelah 31 Desember 2018.

ABC News: Phil Hemingway

Militer Filipina sejauh ini telah menemukan 3.000 bom yang tak meledak sejak dimulainya pengepungan pada Mei 2017.

Menurut Kolonel Brawner, masih banyak bom lainnya yang belum ditemukan, termasuk 50 bom yang dijatuhkan dalam serangan udara namun tak meledak.

Dia mengatakan hal ini menimbulkan bahaya serius bagi tim yang ada.

“Ada bahaya bahwa setelah alat berat masuk kemungkinan mereka menabrak bom secara tak sengaja,” katanya.

Salah satu upaya pembangunan kembali kota ini telah gagal dilaksanakan.

Pasalnya, sebuah konsorsium China-Filipina gagal memenuhi jaminan keuangan. Selain itu, warga juga khawatir dengan kehadiran perusahaan China dalam proyek tersebut.

Militer mengatakan tim pemulihan akan “melakukan terobosan” mulai bulan ini. Namun warga setempat mengatakan janji tersebut telah mereka dengar sejak Mei lalu.

Pemilu pertama

Namun ada sejumlah kemajuan positif yang terjadi.

Wilayah Marawi baru saja mengadakan pemilu kepala daerah yang relatif damai, dikenal sebagai Pemilu Barangay, yang tertunda satu tahun karena alasan keamanan.

Jurnalis ABC berada di Marawi saat pemilu tersebut dan mengunjungi sejumlah TPS yang semuanya dijaga tentara bersenjata.

Meskipun dihadiri kerumunan besar serta suasana sangat riuh, namun tidak terjadi indikasi kekerasan atau kecurangan.

Two Philippines soldiers stand guard by a section of fence with "ISIS" painted on it.
Kota Marawi dinyatakan berhasil dibebaskan dari kelompok teroris ISIS pada 17 Oktober 2017.

Reuters: Romeo Ranoco

Sebuah pernyataan militer melaporkan terjadinya “perdebatan sengit” dan “perkelahian” namun mengklaim bahwa ini Pemilu pertama di Marawi dimana “tak terjadi satu pun kematian”.

Kolonel Brawner mengatakan hal itu disebabkan karena kehadiran militer yang besar di wilayah tersebut.

Status darurat militer telah berjalan selama lebih satu tahun. Kolonel Brawner berpendapat hal itu sebaiknya diperpanjang setelah dijadwalkan berakhir 31 Desember nanti.

“Sebelum pengepungan, terjadi pembunuhan hampir setiap hari di sini di Kota Marawi,” katanya.

“Sekarang kita bahkan bisa menyebut Kota Marawi sebagai kota paling aman di seluruh negeri,” tambahnya.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.