Kalangan Akademisi Australia Terpecah Isu Intervensi China
Perdebatan politik mengenai campur tangan asing telah memecah para pakar China di Australia. Ada dua kelompok akademisi yang kini bersilang pendapat apakah isu bermuatan politik ini memicu rasisme di negara ini.
Pekan lalu sekelompok pakar terkemuka masalah Cina di Australia mendesak Pemerintah Federal segera membatalkan RUU Anti Spionase yang diusulkan. Mereka menuding RUU ini sebagai ancaman terhadap kebebasan akademik.
Kelompok ini juga memperingatkan perdebatan luas atas campur tangan asing itu mengkhawatirkan serta berisiko memicu xenofobia terhadap warga China di Australia.
Namun kini kelompok pakar lainnya menulis surat terbuka, menuduh Partai Komunis China (PKC) merupakan “gangguan yang tak bisa diterima” di Australia. Menurut mereka, tuduhan rasisme bisa saja dimanfaatkan untuk menekan diskusi terbuka mengenai aktivitas PKC.
“Kami sangat yakin perdebatan saat ini bukan merupakan rasisme dan sangat penting bagi Australia melanjutkan perdebatan ini,” demikian dikatakan dalam surat mereka.
"Dalam beberapa tahun terakhir upaya PKC untuk campur tangan di Australia terlihat semakin berani, termasuk agenda terbuka mereka untuk mempengaruhi warga China di Australia," tambahnya.
Para pakar ini Pemerintah China mencoba “membatasi kebebasan pribadi, menghambat proses demokrasi dan mempengaruhi keamanan nasional, yang berpotensi merugikan kepentingan Australia”.
Surat terbuka tersebut telah ditandatangani sejumlah akademisi seperti James Leibold dari Universitas La Trobe, Feng Chongyi dari Universitas Teknologi, Kevin Carrico dari Macquarie University dan Pimpinan National Security College, Rory Medcalf.
Mereka menambahkan meski rasisme memang ada di seputar argumen tentang campur tangan asing, namun Pemerintah China begitu mudah mengeksploitasi tuduhan kebencian rasial.
“Kami juga menyadari bahwa rasisme merupakan tuduhan yang didorong oleh PKC sendiri ketika mereka berupaya membungkam diskusi saat ini,” kata surat itu.
“Melalui tuduhan-tuduhan ini dan upayanya menyusup ke komunitas China (di Australia), PKC berusaha menempatkan diri sebagai pelindung warga China perantauan dan mendorong adanya pemisahan antara warga China dan warga Australia lainnya,” tambahnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Kedutaan Besar dan Konsulat China di Australia mengeluarkan dua peringatan keselamatan untuk warga negara China, termasuk yang menyebutkan kejadian orang China menjadi sasaran ‘penghinaan’.
Dubes China untuk Australia tahun lalu membantah tuduhan bahwa Beijing berusaha memanipulasi atau mengganggu demokrasi Australia. Media yang dikendalikan pemerintah China tahun lalu juga mengklaim politisi dan jurnalis di Australia sengaja memompa ‘histeria anti-China’.
Implikasi kebangkitan China
Adanya surat terbuka itu mengungkap perbedaan tajam di kalangan akademisi yang – seperti pemerintah – susah-payah menghadapi implikasi kebangkitan China sebagai kekuatan global.
Kelompok cendekiawan pertama mencakup sejumlah pakar ternama. Namun klaim mereka yang mengatasnamakan seluruh pakar masalah China di Australia, memicu kemarahan kelompok akademisi kedua.
Kelompok kedua ini sendiri tidak satu suara mengenai RUU interferensi asing yang diajukan Pemerintah. Dalam surat terbuka mereka disebutkan jelas bahwa sebagian mereka berpandangan RUU ini harus diubah secara mendasar.
Namun mereka juga mengakui bahwa aturan yang ada saat ini tidak cukup kuat mengatasi ancaman campur tangan asing di Australia.
Argumen utama mereka yaitu perdebatan mengenai campur tangan asing ini seharusnya tidak diredam.
“Perdebatan ini perlu didorong oleh penelitian dan pelaporan berdasarkan fakta, bukan sensasionalisme atau rasisme,” demikian disebutkan dalam surat terbuka itu.
“Juga penting bahwa perdebatan ini tidak dilumpuhkan oleh sensor diri sendiri,” tambahnya.
Perdebatan panjang mengenai campur tangan PKC di Australia bermula dengan penayangan laporan bersama ABC-Fairfax tentang donasi politik China dan pengaruh Beijing terhadap media bahasa Mandarin di Australia.
Revisi lanjutan terhadap UU Anti Sionase dan perdebatan panas mengenai hubungan mantan senator Partai Buruh Sam Dastyari dengan donatur asal Cina semakin memperkeruh hubungan dengan Beijing.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.