Jangan Asal Datangkan Dosen Dari Luar Negeri
Sejumlah akademisi di Indonesia bersikap terbuka terhadap rencana pemerintah yang hendak mendatangkan dosen asing mengajar di Indonesia. Namun mereka mengingatkan pemerintah untuk benar-benar memastikan kualitas dan kepakaran mereka.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berencana mendatangkan sekitar 200 dosen asing bergelar professoruntuk ditempatkan di berbagai Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia.
Anggaran hingga sebesar Rp 200 miliar juga telah disiapkan untuk mencukupi kebutuhan para dosen asing yang didatangkan selama mengajar di Indonesia.
Kebijakan ini merupakan bagian dari program World Class Professor (WCP) yang bertujuan untuk mengembangkan riset ilmiah khususnya di bidang IPTEK serta inovasi di lingkungan perguruan tinggi nasional.
Sebagian akademisi menyambut positif program ini. Meski mereka menilai efektivitas program ini akan sangat tergantung pada kualifikasi dan kualitas dosen yang akan didatangkan.
Seperti disampaikan oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa.
“Efektivitas program ini sangat tergantung dari siapa nanti yang akan didatangkan, kalau yang didatangkan dari segi kualitas tidak banyak bedanya dengan kami-kami (dosen atau professor) yang ada di Indonesia, tidak akan ada hal baru yang bisa kami dapatkan. ya buat apa? ” kata staf pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan Fakultas Pertanian IPB
Oleh karena itu, Dwi Andreas Santosa berharap Kemenristek Dikti akan sangat selektif dalam mendatangkan dosen-dosen asing tersebut.
“Sistem seleksinya harus ketat jangan hanya asal mendatangkan profesor dari luar negeri untuk menghabiskan anggaran.”
“Kita khawatir nanti arahnya akan kesana. Karena masalahnya professor yang sangat bagus mungkin belum tentu mau juga kan ke Indonesia, kecuali ada bidang spesifik yang menyebabkan mereka tertarik datang ke Indonesia. “ tegasnya.
Sementara itu Dwi Andreas Santosa menepis sejumlah pendapat yang banyak beredar kalau program ini akan dapat menumbuhkan rivalitas dan kesenjangan dengan professor di dalam negeri.
“Saya kira pemikiran seperti itu tidak perlu, karena program semacam ini juga banyak dilakukan oleh perguruan tinggi lain di dunia. Dan banyak juga dosen-dosen Indonesia yang diundang untuk mengajar di kampus mereka.”
” Lalu apakah dosen di universitas di luar negeri itu merasa kami ancaman bagi profesi mereka? Kan tidak juga,” tegasnya.
Profesor kelas dunia
Sementara itu Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti, memastikan proses mendatangkan para professor asing yang diundang mengajar di PTN Indonesia akan dilakukan dengan sistem seleksi yang ketat.
Ia mengatakan ada serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi.
“Yang akan kita undang ini bukan yang baru lulus dari luar negeri, melainkan profesor kelas dunia dengan persyaratan ketat untuk mendongkrak ketertinggalan kita di peta ilmu pengetahuan dan teknologi dunia dan mereka harus berasal dari 100 besar perguruan terbaik dunia dan punya rekam jejak mentoring riset ilmiah yang tinggi.” tegasnya.
Lebih lanjut Ali Ghufron Mukti menjelaskan persyaratan ketat juga diberlakukan bagi perguruan tinggi di Indonesia.
“Perguruan tinggi yang mengajukan proposal mendatangkan professor ke kampus mereka harus yang minimal terakreditasi A.”
“Proposal mereka akan kami seleksi. Sejauh ini baru ada 70 proposal yang kami terima dari perguruan tinggi di Indonesia yang ingin mengundang mereka,” ujarnya.
Skema mendatangkan dosen asing ini menurut Ali Ghufron Mukti akan difokuskan untuk bidang sains dan teknologi.
Dosen asing dalam skema ini juga tidak terbatas pada Warga Negara Asing (WNA) saja, tapi juga terbuka untuk ilmuwan diaspora Indonesia di seluruh dunia yang ingin berkolaborasi dengan dosen Indonesia.
Sementara itu pihak Perguruan Tinggi Negeri menilai skema ini sudah lama dinantikan dan diyakini akan memberikan banyak manfaat positif.
Kepala Subdit Kerja Sama Internasional Universitas Gajah Mada Yogjakarta, I Made Andi Arsana, Ph.D mengatakan UGM memiliki beberapa program yang sangat membutuhkan keterpaparan atau eksposure dengan dunia internasional yang akan sangat terbantu oleh kehadiran skema World Class Professor (WCP) ini.
”Mendatangkan dosen asing itu tidak menjadi komponen anggaran utama di PT di Indonesia.”
“Mereka biasanya kalau datangkan dosen asing pakai skema kerjasama, UGM misalnya hanya bantu tiket tapi akomodasi dan gaji ya lembaga mitra yang membayarkan.”
“Makanya kalau ada skema pemerintah yang membayarkan full itu akan sangat membantu pastinya.”
Dosen geodesi Fakultas Teknik UGM yang juga peraih gelar Ph.D dari Universitas Wollongong Australia ini menambahkan skema ini juga akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa.
“Mahasiswa UGM nanti kalau lulus wawasannya harus global, dia harus siap kerja dimana saja, baik di luar negeri maupun di Bantul, Gunung Kidul sekalipun.’
“Dan orang yang bisa memberikan mindset seperti itu juga harus orang yang terpapar dengan dunia internasional. Karena itu kehadiran dosen asing bisa membawa kultur positif seperti itu.” ungkapnya.
Program World Class Professor (WCP) diluncurkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti sejak tahun 2017.
Tahun lalu sebanyak 26 dosen asal Jepang, Amerika, Australia, Malaysia, Arab Saudi, China dan Perancis sudah berhasil didatangkan mengajar di berbagai PTN di Indonesia.
Kemenristek Dikti mengklaim, program WCP telah berhasil meningkatkan jumlah publikasi riset ilmiah dari Indonesia.
Sebanyak lebih dari 13 publikasi internasional dari Indonesia diterbitkan di jurnal bereputasi dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia dapat menyalip Singapura dan menempati posisi kedua di Asia Tenggara berdasarkan jumlah publikasi internasional terindeks Scopus.