Indonesia Khawatir Jadi Ladang Rekrutmen ISIS ke Marawi
Seorang pejabat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan banyak anak-anak muda asal Indonesia yang terus berusaha pergi ke Marawi di Filipina Selatan. Di sana pertempuran antara tentara dengan pejuang yang terinspirasi oleh ISIS sudah berlangsung selama tiga bulan.
Dalam wawancara dengan ABC, Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Inspektur Jenderal (Pol.) Hamidin mengatakan bahwa pihak berwenang sudah menahan beberapa warga Indonesia yang mencoba ke Marawi, sementara yang lain sudah kembali dari sana, dan yang lainnya tewas dalam konflik.
Terus berlanjutnya pertempuran di kota tersebut sekarang menjadi pusat perhatian pihak berwenang di kawasan. Indonesia memperingatkan bahwa kelompok ISIS bisa menjadi ancaman di tempat lain, seperti Myanmar.
Diperkirakan hampir tidak ada lagi militan yang berada di Marawi saat ini, namun militer Filipina belum berhasil menguasai kota itu sepenuhnya.
Ada kekhawatiran bahwa kota-kota yang lain juga berpotensi mengalami hal yang sama.
Jumlah korban yang tewas di Marawi dilaporkan hampir mencapai 700 orang, lebih dari 500 orang di antaranya dari kelompok militan yang bertalian dengan ISIS. Selain itu, ratusan ribu penduduk harus meninggalkan rumah mereka.
Irjen Hamidin mengatakan ancaman dari Marawi, yang berada di wilayah perairan utara Indonesia, lebih besar dibandingkan ancaman yang ada di dalam negeri.
“Kami bisa melihat bahwa mereka terus mengalami kekalahan,” katanya.
“Ada sekitar 300 sandera di masjid-masjid, dan mereka tidak bisa menyelamatkan siapapun sejauh ini.”
Hamidin mengatakan bahwa masalah yang ada di Indonesia bukan kemungkinan konflik seperti itu akan terjadi di wilayah Indonesia, namun adanya anak-anak muda yang ingin bertempur di sana.
“Berapa jumlah yang sudah kembali, kami tidak tahu persis. Namun kami yakin beberapa orang sudah ke sana,” katanya.
"Inilah masalahnya bagi Indonesia. Indonesia tidak akan digunakan sebagai basis, tetapi Indonesia akan digunakan sebagai tempat rekrutmen."
Diperkirakan ada sekitar 20 warga Indonesia ikut dalam pertempuran di Filipina Selatan tersebut, namun angka ini tidak bisa dikonfirmasi oleh pemerintah.
Harus memperhatikan Myanmar
Irjen Hamidin menagatakan ancaman bagi Indonesia saat ini datang dari kawasan Laut Sulu. Di sana sudah ada patroli angkatan laut yang dilakukan tiga negara karena merupakan perbatasan antara Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Namun dia juga memperingatkan bahwa perhatian mesti diarahkan ke Laut Andaman, dan kemungkinan masuknya kelompok ISIS ke Myanmar.
"Myanmar memiliki potensi menjadi ancaman di masa depan," katanya.
Dia mengatakan Indonesia tidak akan mengkonfirmasi adanya warganya yang tewas dalam pertempuran di Filipina sampai uji DNA dilakukan terhadap mereka yang tewas tersebut.
Diterjemahkan pukul 11:15 AEST 8/8/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini