Berkeliling Crocodylus Park, Taman Buaya Terbesar di Darwin
Northern Territory di Australia menjadi habitat 100 ribu ekor buaya, terbanyak populasi buayanya di benua kanguru. Segala hal tentang buaya itu bisa dipelajari di Crocodylus Park, taman buaya terbesar di Darwin.
Crocodylus Park merupakan taman wisata edukasi dan riset tentang buaya yang berada di pinggiran Kota Darwin, tepatnya di 815 McMillans Road, Berrimah, Darwin. detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International mendatangi Crocodylus Park pada Mei 2016.
Crocodylus Park berdiri 22 tahun yang lalu, yakni pada 22 Agustus 1994. Taman buaya yang kini juga dijadikan tempat rekreasi ini didirikan oleh Prof Grahame Webb yang seorang ahli biologi. Kini, istri Grahame, Giovanna Webb yang mengelola taman buaya ini.
“Crocodylus Park dibuka 22 tahun yang lalu, saat ini kami memiliki semua jenis buaya dari seluruh dunia ada 23 spesies. Ini bukan kebun binatang, kami membuatnya semirip mungkin dengan alam aslinya,” kata Giovanna.
Saat tiba di Crocodylus Park, para pengunjung akan langsung disambut dengan sebuah toko yang menjajakan semua produk dari buaya. Sebut saja tas, sepatu dan produk fashion lainnya.
Crocodylus Park memang berdiri di atas lahan yang sangat luas. Saat memasuki bagian pertama, para wisatawan bisa melihat beberapa kolam kecil yang ditinggali buaya.
Buaya-buaya yang sudah berusia tua juga dimasukkan dalam kolam. Selain itu, buaya yang baru lahir juga dipelihara di dalam kolam yang berukuran besar dan bisa ditinggali ratusan anak buaya.
Sementara untuk buaya yang berukuran sedang dan dalam usia produktif tinggal di sungai. Di dalam area Crocodylus Park ada sungai besar yang ditinggali ribuan buaya.
Menurut situs CrocBITE, situs yang diampu Charles Darwin University (CDU) yang memuat data tentang populasi buaya serta insiden penyerangan buaya dari seluruh dunia, sebelum tahun 1970-an, warga Australia memang bebas memburu buaya. Hasilnya, populasi buaya memang berkurang dan beberapa spesies buaya terancam punah saat itu. Hingga akhirnya pemerintah di wilayah Australia utara melarang perburuan buaya pada tahun 1970-an, sejak itu populasi buaya dikendalikan di wilayah Australia bagian utara.
Akibat pengendalian ini, populasi buaya meningkat pesat. Secara statistik, insiden penyerangan dengan buaya relatif langka di Australia, karena pemerintah dan media berkampanye agar manusia menghindari berkegiatan di tempat-tempat berisiko serangan buaya, seperti larangan berenang di rawa atau sungai. CrocBITE melansir data 19 serangan di Australia sejak tahun 1987-2016.
Karena perburuan bebas dilarang, maka untuk mengendalikan populasi buaya, cara-cara yang dipakai Crocodylus Park diizinkan.
“Di Australia bagian utara kami memiliki banyak sekali populasi buaya, lebih dari 100 ribu buaya hidup di Northern Territory, kami menggunakan strategi untuk mengendalikan populasi buaya, orang bisa mendapatkan keuntungan dan kami tetap bisa menjaga populasi buayanya,” jelas Giovanna.
Caranya, Crocodylus Park tidak mengawinkan buaya, melainkan mengambil telur buaya dari alam liar kemudian dikumpulkan di peternakan.
“Di Australia Utara, kami memanen telur buaya dari alam liar. Kami mengumpulkan telur dari alam liar sekali setahun, dari Desember-Februari,” tutur Giovanna.
Dalam waktu tiga bulan itu, imbuhnya, petugas Crocodylus Park ke alam liar dan mengumpulkan telur, menyimpannya di inkubator hingga telur-telur itu menetaskan anak buaya.
“Sehingga kami akan menumbuhkan mereka di sini. Mereka tumbuh sangat cepat,” imbuhnya.
Nah, anak-anak buaya yang dibesarkan itu bisa dipanen kulitnya untuk kerajinan, dagingnya dikonsumsi, hingga menjadi atraksi wisata di taman buaya itu. Berbagai produk dari buaya pun dihasilkan, mulai berbagai produk fashion dari kulit buaya hingga daging buaya yang bisa menghasilkan keuntungan ekonomi.
“Karena kami memiliki begitu banyak bayi buaya di sini, kami akhirnya juga memproduksi kulit buaya. Sehingga di sini, kami tidak hanya menampilkan atraksi buaya, tapi juga memproduksi kulit dan bisnis di bidang peternakan buaya. Bila populasi di alam liar stabil, maka kita memanfaatkannya,” tegas Giovanna.
“Kulit buaya dari Australia adalah kulit buaya terbaik, perusahaan seperti Louis Vuitton, Hermes, Prada, Gucci dan lainnya, mereka selalu menginginkan kulit buaya dari sini,” ungkapnya bangga.