Batik Girl Sebarkan Boneka Batik ke Sepuluih Ribu Anak
Batik Girl, sebuah program pemberdayaan narapidana perempuan di Indonesia berharap dapat membagikan 10 ribu boneka berpakaian batik kepada anak-anak kurang beruntung di ASEAN.
Hal ini dikemukakan oleh pendiri Batik Girl, Lusia Efriani Kiroyan, pendiri Cinderella From Indonesia Centre (CFIC), saat berkunjung ke Melbourne, hari Kamis (5/04). Kunjungannya ini sebagai bagian dari pengenalan progam Batik Girl di Australia, yang juga mengunjungi kota Darwin.
Lusia menjelaskan Batik Girl adalah upaya untuk membina dan memberdayakan napi perempuan di Indonesia dengan membekali keterampilan membuat pakaian boneka dari kain batik.
“Kita ingin memberikan terapi lewat seni bagi napi perempuan yang kebanyakan terkena kasus narkoba,” ujar Lusia yang juga pernah mengikuti program Muslim Exchange Program tahun 2012 dari pemerintah Australia.
“Ini adalah bentuk upaya kami untuk merawat napi-napi perempuan agar mereka tidak lagi ketergantungan obat.”
Lusia baru saja mendapatkan dana hibah dari Alumni Grant Scheme (AGS) dari pemerintah Australia yang dananya dipakai untuk melakukan pelatihan bagi 100 narapidana di penjara Batam dan Bali untuk membuka seribu boneka.
“Kita sudah menyelesaikan seribu boneka untuk anak-anak yang sakit dan kurang beruntung di ASEAN dan targetnya nanti adalah seribu untuk setiap negara anggota,” kata Lusia lulusan Sastra Inggris dari Universitas Airlangga Surabaya tersebut.
Untuk menjalankan program sosialnya, Lusia mengaku banyak mengikuti kompetisi hibah internasional. Lalu mengapa ia memilih boneka sebagai produknya?
“Saya pernah mengikuti sebuah program di Amerka Serikat dan saya mendapat julukan ‘The Doll of Indonesia’, karena saya suka pakai batik,” ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.
“Sebelum saya sibuk seperti sekarang, saya punya kebiasaan setiap hari Jumat untuk mengunjungi anak-anak yang terkena kanker, HIV, atau yang sedang sakit di rumah sakit secara rutin. Karena sibuk, saya ingin ada satu sosok yang bisa menggantikan kunjungan saya ke anak-anak dan mungkin boneka ini bisa mewakili saya dan anak-anak bisa terus mengingatnya.”
Sudah ada lebih dari 150 narapidana perempuan Indonesia yang mendapatkan pelatihan untuk merancang dan menjahit baju dari kain batik dengan upah sekitar Rp 10.000.
“Ada seleksi, karena ini melibatkan jarum dan gunting, jadi jika secara psikologis mereka belum siap, mereka tidak bisa mengikuti program pembinaan ini.”
Tahun ini menjadi tahun ketiga bagi Lusia untuk memperkenalkan programnya ke Australia.
Ajak warga Australia berlibur sambil jadi relawan di Kepulauan Riau
Dalam kunjungannya ke Australia, Lusia juga didampingi oleh Ibu Noor Lizah Nurdin, penasihat dari program Batik Girl yang juga istri dari Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun.
Keduanya melakukan pertemuan dengan sejumlah komunitas, termasuk dengan Australia-Indonesia Youth Association cabang Victoria.
Memilih bertemu dengan para pemuda Australia, menurut Ibu Noor sebagai upaya untuk mengajak mereka berlibur gratis ke Kepulauan Riau.
“Bermodalkan tiket pesawat yang terjangkau dari Melbourne ke Singapura, lalu menyeberang ke Kepulauan Riau dengan kapal, kami mengajak mereka untuk jadi relawan di daerah kami.”
“Tidak perlu khawatir soal akomodasi mereka akan ‘home stay’ dan makan minum tiga kali sehari.”
Noor menjelaskan ada sejumlah program yang bisa dilakukan pemuda Australia yang berminat menjadi relawan di Kepulauan Riau.
Diantaranya adalah mengajarkan bahasa Inggris bagi anak-anak jalanan atau terlibat dalam program Batik Girl.
“Sisanya mereka bisa menikmati keindahan pemandangan laut di Kepulauan Riau sambil mengeksplor sejarah yang sangat kaya di Riau.”
Tapi Noor mengatakan program liburan sambil jadi relawan ini terbuka bagi siapa saja yang tertarik, tidak hanya untuk warga Australia.
Tonton video kunjungan Batik Girl ke Australia disini.