Australia Pastikan Ternak di Negaranya Bebas dari Penyakit Kulit Menggumpal
Pemerintah Indonesia menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas ekspor di Australia setelah terdeteksi adanya virus penyakit kulit menggumpal, atau 'lumpy skin disease (LSD) pada sapi yang dikapalkan dari Australia.
Namun secara tegas pejabat tertinggi kedokteran hewan Australia Dr Mark Schipp mengatakan negara Australia tetap bebas dari penyakit LSD.
"Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DAFF) telah diberi tahu oleh Badan Karantina Indonesia bahwa LSD terdeteksi pada sejumlah sapi Australia yang diekspor ke Indonesia, yaitu setelah sapi tersebut tiba dan menghabiskan beberapa waktu di Indonesia," jelas Dr Schipp.
Dalam sebuah pernyataan kepada para anggotanya, organisasi peternak Cattle Australia menyebutkan sebanyak 13 ekor sapi telah terdekteksi positif LSD saat diuji "beberapa hari setelah tiba di Indonesia".
LSD pertama kali dilaporkan menjangkiti hewan ternak di Indonesia pada Maret tahun lalu.
Penyakit ini ditularkan oleh serangga dan sangat menular pada sapi dan kerbau.
Virus tersebut tidak pernah terdeteksi di Australia dan tidak menimbulkan risiko bagi manusia.
“Tidak ada alasan untuk khawatir bagi produsen sapi Australia karena Australia sampai saat ini tetap bebas LSD. Australia terus memperdagangkan produk ternak secara internasional termasuk ternak sapi ke Indonesia,” kata Dr Schipp pada hari Minggu (30/7/2023).
Menteri Pertanian Australia Senator Murray Watt mengungkapkan ekspor sapi ke Indonesia dari empat fasilitas di Australia telah dihentikan.
"Indonesia telah menghentikan ekspor dari empat fasilitas itu sambil menunggu pengujian lebih lanjut, tapi ekspor ternak hidup ke Indonesia terus berlanjut. Ada 28 perusahaan terdaftar yang tersedia untuk eksportir yang ingin berdagang," jelasnya.
"Berbagai upaya sedang dilakukan untuk melakukan pengujian cepat dan memulihkan ekspor dari keempat fasilitas tersebut," kata Menteri Watt.
Tidak jelas berapa banyak ternak sapi yang akan terdampak dalam larangan tersebut.
"Para pejabat Australia bekerja sama dengan pihak berwenang Indonesia untuk meyakinkan mereka bahwa semua hewan yang diekspor dari Australia memenuhi semua persyaratan Indonesia, termasuk bebas dari LSD," tambahnya.
Menteri Watt mengatakan dia pertama kali mengetahui masalah ini pada Jumat malam.
"Indonesia adalah mitra dagang yang dihormati, dan Australia mengakui kerjasama telah terjalin cukup lama dengan Indonesia dalam masalah biosekuriti hewan," katanya.
"
"Produsen ternak Australia dan mata rantai pasokan daging sapi kita dbisa memastikan jika kita terus berusaha keras untuk mendapatkan penyelesaian cepat atas permasalahan ini," tutur Menteri Pertanian Australia.
"
Jika penyakit kulit menggumpal terdeteksi di Australia, ekspor industri ternak akan terhenti dan akses perdagangan perlu dinegosiasikan ulang dengan semua negara pengimpor.
Diperkirakan, apabila wabah penyakit ini meluas, dampaknya akan mengakibatkan kerugian lebih dari $7 miliar dari sektor pertanian pada tahun pertama.
Menanggapi laporan dari Indonesia, John McKillop dari Dewan Penasihat Daging Merah mengatakan penting untuk ingat jika Australia adalah negara bebas dari LSD.
"Sistem kuat yang dimiliki Australia untuk memantau status penyakit hewan mendukung kami untuk berdagang di seluruh dunia," kata McKillop.
"
"Kami menghormati hak otoritas teknis Indonesia untuk mencari jaminan bahwa ternak hidup yang diekspor dari Australia memenuhi persyaratan kesehatan hewan mereka. Ini termasuk bebas dari LSD," ujarnya.
"
Produsen sapi Australia sangat waspada terhadap penyakit ini sejak terdeteksi di Pulau Sumatera pada Maret 2022.
Analisis dari Center of Excellence for Biosecurity Analysis tahun lalu menemukan 28 persen kemungkinan terjadinya wabah dalam lima tahun ke depan.
Risiko itu lebih besar dibandingkan dengan risiko penyakit mulut dan kaki (PMK) yang hanya 11,6 persen.
LSD terdeteksi di lebih dari 50 negara, termasuk Rusia, China, Malaysia, Singapura, Turki, India, dan Kenya.
Ekspor daging dan ternak sapi Australia ke Indonesia bernilai hampir $900 juta pada tahun 2021-22.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News