Pemerintah federal Australia melarang warganya untuk bepergian ke Mosul di Utara Irak tanpa alasan yang bisa dibenarkan secara hukum.
Kawasan Mosul di Profinsi Ninewa merupakan kota terluar di Irak yang dikuasai oleh kelompok militan ISIS. Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengatakan siapa saja yang memasuki atau menetap di Mosul akan dijatuhi sanksi penjara hingga 10 tahun.
"Pemerintah telah memutuskan untuk menghentikan warga Australia bergabung dengan kelompok teroris dalam konflik di Irak dan Suriah atau mendukung organisasi teroris."
"Masukan dari Badan Keamanan dan Intelejen Australia dan mitra internasional kita dengan sangat jelas mengindikasikan kelompok teroris ISIL terlibat dalam kegiatan berbahaya di Kota Mosul,"
Menlu Bishop mengatakan kelompok teroris telah melakukan tindakan barbar di Mosul termasuk diantaranya melakukan eksekusi dengan cara memenggal kepala tahanan atau sandera erta juga menghancurkan artefak kuno yang juga memicu keprihatinan besar.
Militan ISIS baru-baru ini menunjukan video pihaknya menghancurkan seni pahat dan patung berusia 3.000 tahun di Kota Mosul dengan menggunakan palu dan alat bor.
"Tindakan mereka mengingatkan kita pada kerusakan yang dilakukan Taliban terhadap patung Buddha kuno di Afghanistan pada tahun 2001 lalu, itu merupakan serangan yang menakutkan dimasa itu sampai dengan terjadinya serangan terhadap World Trade Centre," kata Bishop.
Ini merupakan pengumuman resmi kedua yang dirilis Pemerintah Australia terkait dengan penerapan aturan hukum baru yang lebih keras dalam melarang warganya melakukan perjalanan ke luar negeri ke daerah-daerah tertentu, menyusul sebelumnya larangan bepergian ke provinsi Al-Raqqa di Suriah yang menjadi lokasi penghubung strategis bagi militan ISIS.
Kebijakan pelarangan baru ini dirilis menyusul rencana serangan untuk merebut kembali Kota Mosul oleh 20.000 – 25.000 personil pasukan Irak dan Kurdi yang dilatih oleh militer AS.
Pada September lalu, PBB mendesak agar seluruh negara menerapkan sanksi hukum yang keras bagi warganya yang bepergian ke kawasan konflik untuk bergabung dengan kelompok militan, melakukan perekrutan maupun pendanaan untuk mereka.
Analis keamanan menyatakan ada ribuan pejuang asing di Irak dan Suriah yang datang dari berbagai belahan dunia.