ABC

Alami Diskriminasi Kerja, Transgender Australia Terpaksa Jalani Prostitusi

Para pria dan perempuan transgender sangat terpinggirkan dalam hal akses ke pekerjaan, perawatan kesehatan dan perumahan, dan juga mengalami diskriminasi serta kekerasan dalam jumlah yang tak terhitung.

Hal ini membuat banyak dari mereka menawarkan jasa seks sebagai cara untuk bertahan hidup.

Namun banyak warga Australia tak menyadari kesulitan sehari-hari yang dihadapi oleh kelompok masyarakat minoritas ini.

Kami hadirkan kisah 2 perempuan transgender, yang sama-sama memilih jalur prostitusi- walau beda kelas – untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Daniella: tak bisa papatkan pekerjaan ketika anda perempuan transgender

 Daniella, penata rambut, rela menjadi ‘escort’ atau teman kencan profesional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. (foto: Four Corners)
Daniella, penata rambut, rela menjadi ‘escort’ atau teman kencan profesional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. (foto: Four Corners)

Daniella selalu tahu ia ingin menjadi seorang gadis. Lahir dan dibesarkan di Filipina, ia mulai bertransisi menjadi seorang perempuan ketika ia berumur 16 tahun.

"Anda tahu, kita hidup di dunia yang kejam. Jadi ada penerimaan? Mungkin ada penerimaan. Saya tahu kehadiran kami ditoleransi. Tapi saya hanya takut. Jika saya mengatakan sesuatu, apakah itu membuat orang menilai saya? Atau haruskah saya menyimpannya sendiri dan menjalani hidup seperti itu?," utaranya.

Daniella, yang berprofresi sebagai penata rambut, mengatakan, tugas kaum transgender untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di Australia sangat tak adil dan sulit.

"Sangat sulit. Sebagian besar kaum trans sungguh terpinggirkan ketika menyangkut pekerjaan. Jika Anda seorang transgender, di luar sana, Anda bisa melihat orang-orang trans di panti, seperti teman-teman saya, seperti tukang rias, itu hanya pekerjaan dasar,” ungkapnya.

Ia menambahkan, "Tak ada pekerjaan. Anda tak akan membiarkan diri Anda berkeliaran di jalan. Anda harus memenuhi kebutuhan."

Karena diskriminasi sistemik, banyak kaum transgender berakhir dengan melakukan pekerjaan seks karena mereka tak dapat menemukan pekerjaan yang menguntungkan.

Nora: hidup dengan penyakit mental dan fisik

Nora beralih ke prostitusi jalanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kecanduan narkoba yang dialaminya. (Foto: Four Corners)
Nora beralih ke prostitusi jalanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kecanduan narkoba yang dialaminya. (Foto: Four Corners)

Nora adalah transgender berbadan besar yang lembut.

Hidupnya dimulai di Yunani, diabaikan dan dipukuli secara rutin ketika ia masih anak-anak. Tragisnya, hidup di penjara lebih baik baginya daripada di rumah.

"Saya pernah dikurung di penjara selama enam bulan, saya senang waktu itu. Selama enam bulan. Saya ingin tinggal di sana. Saya punya teman-teman, mereka mencintai saya,” ceritanya.

Ia lantas mengungkapkan, "Mereka tak akan memukul  saya, mereka tak akan menampar saya, mereka tak akan membenturkan kepala saya, menghancurkan tulang saya, dan mengatakan 'pergilah, pergi kerja sana dan bawa uang ke rumah dan kamu harus jadi budak untuk ibu dan ayahmu’."

Di Australia, setiap hari adalah perjuangan bagi Nora.

Berada dalam garis kemiskinan, berurusan dengan penyakit mental dan fisik, Nora berpaling ke prostitusi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melayani kecanduan narkoba yang dialaminya.

Resiko penyakit menular selalu hadir dalam dirinya.

"Saya mungkin mati hari ini, saya tak tahu. Tapi saya harus menikmati semua sampai batasnya,” tutur Nora.

"Saya adalah saya. Jalani narkoba dan prostitusi. Semua klien saya dan semua pasangan saya, mereka bukan orang normal. Mereka tak punya pekerjaan normal tapi tak masalah bagi saya. Saya orang baik. Saya mencoba demikian," ujarnya.