Petani NTT Gugat Perusahaan Australia Rp 2 Triliun Akibat Pencemaran Laut
Sebuah ‘class action’ atas nama petani rumpur laut Indonesia yang menggugat perusahaan minyak karena pencemaran di ladang minyak Montara di tahun 2009 mulai disidangkan di Sydney, Australia, hari Senin (17/6/2019).
Dalam sidang yang akan berlangsung selama 10 minggu tersebut, petani dari kawasan Nusa Tenggara Timur menggugat ganti rugi sekitar AU$200 juta, atau lebih dari Rp 2 triliun, karena pendapatan mereka berkurang setelah adanya pencemaran tersebut.
Salah seorang wakil dari petani, Daneil Sanda hadir di Pengadilan Federal Australia di Sydney kemarin didampingi oleh tim pengacara dari kantor pengacara Maurice Blackburn yang menangani kasus tersebut.
Yang digugat adalah perusahaan bernama PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Ptl Ltd dalam hubungannya dengan pencemaran dari anjungan minyak lepas pantai Montara, yang terbakar sehingga ribuan barel minyak mencemari Laut Timur selama lebih dari 70 hari.
Daniel Sanda menjadi wakil dari sekitar 15 ribu petani di Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur yang sebelumya menggantungkan mata pencahariannya pada rumput laut di kawasan tersebut.
Anjungan Montara ini terleak sekitar 250 km arah Barat Daya dari Pantai Australia Barat dan sekitar 700 km dari Darwin.
Sementara jarak ke Pulau Rote adalah sekitar 250 km dari lokasi anjungan.
Tanggal 21 Agustus 2009, terjadi kebocoran di anjungan bernama Montara, sehingga 69 pekerja terpaksa diungsikan.
Ketika terjadi kebocoran ribuan barrel minyak, pihak petani di Pulau Rote mengaku kebocoran bergerak ke arah mereka dan akhirnya mencemari laut di sekitar tempat mereka mengambil rumput laut.
Menurut laporan media di Australia, SBS, pengacara yang mewakili penggugat, Julian Sexton, mengatakan selain minyak, bahan kimia yang digunakan untuk menutup kebocoran guna merusak industri rumput laut di kawaasan Pulau Rote selama bertahun-tahun kemudian.
Usaha menutup kebocoran itu dilakukan selama lima kali dan baru pada tanggal 3 November 2009 kebocoran minyak di anjungan tersebut berhasil dihentikan.
Menurut Sexton, tidak ada yang mengetahui dengan pasti berapa jumlah minyak yang mencemari laut, namun sebagai pengelola, PTTEP tidak pernah secara terbuka memberikan penjelasan bahwa yang bocor hanya antara 200 sampai 400 barel per hari.
Karena pencemaran, menurut pihak penggugat, sekitar 90 ribu kilometer laut tercemat dan rumput laut yang dikelola petani mati atau rusak.
Selain matinya rumput laut pada akibat pencemaran, para petani di Pulau Rote ini juga kehilangan pendapatan.
Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini