Operasi Rahasia Jerat Tersangka Pedofil Asal Melbourne di Israel
Waktu menunjukkan Pukul 08:12:13 pada 18 Desember 2017, dan orang yang mengambil rekaman secara tersembunyi tampaknya sedang berjalan di dalam sebuah toko kecil di Immanuel, Israel.
Gambarnya tentu saja tidak stabil. Menunjukkan rak toko dengan tumpukan barang rumah tangga hingga tampak seorang pria yang duduk di kasir serta sejumlah pria Yahudi ultra-ortodoks.
Perlahan-lahan, gambar terfokus pada seorang wanita yang berdiri di lorong rak, mengobrol dengan kasir saat membeli roti dan sebungkus biskuit.
Dialah Malka Leifer, mantan kepala sekolah Adass Israel Girls, sekolah Yahudi ultra-ortodoks di Melbourne, yang dicari polisi Australia atas 74 tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Rekaman yang ditayangkan secara nasional dalam program Australia Story ABC ini, diambil dalam operasi rahasia untuk membantu warga Melbourne Dassi Erlich dan dua saudara, Nicole dan Elly, membawa Leifer ke pengadilan.
Ketiga bersaudara itu mengaku pelecehan dimulai ketika mereka masih remaja di Adass Israel Girls School. Mereka menuduh Leifer melakukan pelecehan seksual terhadap mereka antara tahun 2003 dan 2007.
Leifer melarikan diri ke Israel pada 2008. Pihak berwajib Australia telah mencoba mengekstradisinya dalam empat tahun terakhir. Tersangka berhasil menghindari ekstradisi dengan mengaku menderita kecemasan parah serta serangan panik yang secara mental membuat tidak bisa menghadapi pengadilan Israel.
Menurut hukum Israel, persidangan tidak dapat dilanjutkan jika terdakwa tidak hadir. Pada tahun 2016, pengadilan menghentikan sidang ekstradisi dan memerintahkan Leifer hadir di depan panel psikiater setiap enam bulan.
“Dia mengklaim tidak dapat memahami apa yang sedang terjadi. Dia tidak dapat melakukan interaksi dasar manusia. Dia membutuhkan pengasuh untuk kehidupan sehari-harinya,” kata Erlich.
Pengacara Leifer, Yehuda Fried, mengatakan komunikasi sulit karena kondisi mentalnya.
“Sepanjang kasus pengadilan ini, saya berhasil mendapatkan dua atau tiga kalimat darinya. Itu pun tidak jelas waktu itu,” kata Fried.
Itulah sebabnya rekaman lebih dari 200 jam dari ibu delapan anak itu, bagaimana dia menjalani kehidupan yang biasa saja sehari-harinya, telah menjadi titik balik dalam kasus ini.
Kamera tersembunyi di kunci mobil dan botol air
Di toko tersebut, Leifer direkam dengan menggunakan kamera yang tersembunyi di dalam botol air.
“Botol biasa, yang bisa Anda isi dengan air. Anda dapat minum dari botol itu, tapi ada kamera di dalamnya,” kata Tsafrir Tsahi, seorang investigator.
“Tidak ada yang akan memperhatikan seseorang dengan botol air,” ujarnya.
Pengambilan rekaman itu jadi bagian penyelidikan rahasia yang dilakukan oleh organisasi anti pelecehan anak global bernama Jewish Community Watch (JCW).
Itu dilakukan setelah Erlich dan saudaranya bertemu koordinator JCW Israel Shana Aaronson di Yerusalem akhir tahun lalu. Mereka menunjukkan foto Leifer menghadiri suatu acara terkait liburan Yahudi Lag B’Omer bulan Mei tahun lalu.
“Bagi saya, rasanya seperti keadilan telah dipermainkan,” kata Aaronson kepada ABC.
“Siapa pun yang punya akal sehat dapat melihat bahwa hal hanya tipuan,” tambahnya.
Shana Aaronson kemudian menyewa perusahaan bernama Amit Investigations untuk membuntuti Leifer dan membuktikan bahwa orang ini berbohong mengenai kondisi mentalnya.
Sadar bahwa tidak mungkin untuk berbaur dengan warga Immanuel, dimana setiap warga saling mengenal, tim investigator pun menyamar sebagai pekerja bangunan.
“Kami memutuskan untuk terlihat seperti pekerja bangunan, yang bekerja di sana dan menjalani kehidupan mereka di sana,” kata Tsahi.
“Warga di komunitas Immanuel tidak pernah berbicara dengan para pekerja bangunan,” tambahnya.
Menggunakan lensa zoom dan kamera yang disembunyikan di kunci mobil dan botol air, mereka merekam setiap langkah Leifer selama dua minggu.
Dia direkam saat duduk di balkon rumahnya, saat menelepon, menunggu bus, belanja, membeli bahan makanan dan mainan untuk cucu-cucunya.
Rekaman yang diambil oleh Tsahi dan timnya kemudian diserahkan ke Kepolisian Israel pada bulan Februari. Setelah penyelidikan terpisah, Leifer pun ditangkap.
Dalam vonisnya bulan lalu, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa Leifer telah menghalang-halangi keadilan dengan berpura-pura sakit mental dan memerintahkan agar dia segera ditahan. Dia akan disidangkan hari Rabu di saat proses ekstradisinya dilanjutkan kembali.
Meski korban bersaudara senang dengan perkembangan terbaru ini, mereka tidak bisa melupakan peran sekolah mereka membantu Leifer melarikan diri 10 tahun yang lalu.
“Saya kira jika sekolah tidak mendorong Malka Leifer keluar dari negara ini, kita tidak akan di sini,” kata Erlich. “Permintaan maaf dibutuhkan bukan untukku saja, tetapi untuk orang lain yang juga terdampak.”
Sekolah Adass Israel menyatakan kesedihan atas apa yang menimpa Erlich bersaudara.
Namun pimpinan sekolah belum meminta maaf atas tindakan dua pengurus sekolah yang mengambil keputusan membelikan tiket pesawat untuk Leifer dan keluarganya ke Tel Aviv, hanya beberapa jam setelah munculnya tuduhan.
Mantan pengurus sekolah Abe Weiszberger mengatakan pengurus sekolah lainnya tidak menyadari adanya tuduhan pada saat itu.
“Apa pun yang terjadi dalam 48 jam setelah kasus ini terungkap, merupakan keputusan yang dibuat oleh dua orang pengurus,” katanya.
Mantan Menteri Utama Victoria Ted Baillieu, yang turut membantu Erlich bersaudara, tidak puas dengan penjelasan pengurus sekolah.
“Saya kira sekolah harus memahami bahwa mereka harus 100 persen bertanggung jawab terhadap semua yang terlibat,” katanya.
Dassi Erlich telah bekerja sama dengan pengurus sekolah saat ini agar ada permintaan maaf terbuka atas apa yang terjadi. Namun sekarang dia memutuskan meninggalkan langkah yang dia mulai tahun lalu.
“Saya merasa sangat kecewa karena prosesnya begitu rumit dan panjang,” katanya.
Dalam tanggapannya, pengurus sekolah menyebutkan: “Dewan Sekolah Adass Israel berharap Dassi Erlich dalam keadaan baik. Kami memprioritaskan pentingnya dia menerima permintaan maaf. Kami berharap bahwa ini akan segera hadir dalam waktu dekat.”
Sejak skandal Leifer terungkap pertama kali, pihak sekolah telah mengambil langkah untuk melindungi murid-muridnya, termasuk memasang CCTV di setiap ruangan.
“Kami memiliki petugas keamanan bagi anak; kami berusaha sekuat tenaga memastikan keselamatan anak-anak,” kata Weiszberger.
Namun sekolah Adass Israel menolak untuk mengajarkan pendidikan seksual.
“Masyarakat berkembang, orang berumah-tangga, mereka punya anak, dan mereka jelas tahu semua itu ketika perlu untuk mengetahuinya,” kata anggota komunitas Adass Israel, Shlomo Abelesz.
Erlich meninggalkan komunitas Adass tak lama setelah terduga pelaku pelecehan melarikan diri Melbourne.
“Saya tidak ingin anakku tumbuh di lingkungan itu,” katanya.
Ketika meninggalkan komunitas Adass Israel, Erlich meninggalkan teman-teman, keluarga dan semua yang dia tahu.
Setelah kesulitannya menyesuaikan diri dengan dunia mainstream, kini dia terlibat dalam organisasi bernama Pathways Melbourne, yang mendukung mereka yang meninggalkan kehidupan Ortodoks.
Dia kini menikmati kesenangan berkemah ke pantai di Victoria, hal yang tidak boleh dilakukannya ketika berada dalam komunitas yang melarang perempuan menonjolkan tubuh mereka.
“Saya mendapatkan banyak pengalaman tahun lalu,” katanya. “Pengalaman yang tidak pernah saya pikir mungkin bagiku.”
“Saya telah berubah dari seorang pemalu, pendiam, pasif, patuh yang merasa sangat lemah dan tak berdaya, menjadi seorang yang sepenuhnya kebalikan dari itu,” tuturnya.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di ABC Australia.