Indonesia Terus Berkomitmen Soal Perubahan Iklim
Meskipun Amerika Serikat tidak menandatangani Kesepakatan Paris soal perubahan iklim dan lingkungan, Indonesia tidak akan gentar untuk terus memegang komitemennya.
Hal ini ditegaskan oleh Rachmat Witoelar, utusan khusus Presiden RI urusan Perubahan Iklim dalam sebuah wawancara bersama ABC News, di sela-sela waktunya berkunjung ke Melbourne.
Menurut Rachmat, mangkirnya Amerika Serikat dari Paris Agreement, menjadi momentum untuk Indonesia dan negara-negara lain untuk berdiri dengan kekuatannya sendiri, selain jadi panutan untuk masalah lingkungan.
“Kita melihat contoh yang buruk dan kita tidak akan mengikuti langkahnya,” ujar Rachmat yang pernah menjadi Menteri Lingkungan Hidup periode 2004-2009.
Rachmat menjadi salah satu tamu pembicara dalam acara Ecocity World Summit yang digelar di Melbourne pekan ini.
Pertemuan ini menghadirkan sejumlah pakar dan praktisi di bidang lingkungan untuk berbicara soal lingkungan hidup khususnya di perkotaan besar.
Dalam pemaparannya di pertemuan Ecocity, Rachmat menjelaskan posisi Indonesia yang memiliki peranan besar dalam perubahan iklim.
Menurutnya, di tahun 2045 diperkirakan lebih dari 80 persen warga Indonesia akan tinggal di kawasan perkotaan. Ia berpendapat kini yang jadi tantangannya adalah bagaimana membuat kota yang pada awalnya tidak berkelanjutan, kemudian bisa diubah menjadi kota yang peduli soal keberlanjutan lingkungan hidup.
“Kita mencoba untuk mengembangkan pusat-pusat kota di luar pulau Jawa, akan ada banyak kesempatan bagi populasi yang begitu dinamis. Ini membuat saya optimis bisa dilakukan.”
Menurut Rachmat, kepadatan kota telah dirasakan menganggu, bahkan di kalangan warga kota itu sendiri. Karenanya, Rachmat berpendapat pada akhirnya mereka sendiri akan memilih keluar.
Tapi, ketika ditanya apakah Indonesia memiliki orang-orang dan sumber daya lainnya untuk dapat mencapai tujuan mengembangkan kota-kota di luar Jawa, ia mengatakan hal ini menjadi alasan mengapa perlunya bermitra dengan pihak lain.
“Yang saya coba adalah berkonsultasi dengan mitra seperti Australia dan yang lainnya seperti di UNFPCC [konvensi PBB untuk urusan perubahan iklim]… sekarang semua pihak menyadari pentingnya untuk dapat bekerja sama,” ujarnya kepada program televisi ABC, The World.
Menanggapi soal kebakaran hutan yang masih kerap terjadi di Indonesia, Rachmat mengaku Indonesia telah berupaya sebaik mungkin agar kebakaran ini tak terulang dan menganggu negara-negara tetangga.
“Penerapan hukum lingkungan tidak terlalu efektif untuk mengatasi kebakaran hutan,” ujarnya.
“Kita tidak bisa berjanji kepada negara tetangga jika ini tidak terjadi lagi, bahkan San Diego di Amerika Serikat atau Selandia Baru pun tidak dapat mengontrol kebakaran hutan.”