Pelajar Putri Aborijin Sering Curi Pembalut dan Bolos Saat Haid
Anak-anak perempuan di masyarakat Aborijin yang tinggal terpencil sering mencuri pembalut dan membolos sekolah selama beberapa hari selama masa menstruasi mereka, demikian sebuah laporan di Queensland menyebutkan.
Laporan Institut Perubahan Global dari Universitas Queensland mendapati para pelajar puteri itu yang biasanya taat hukum merasa terpaksa mencuri pembalut dari toko-toko lokal, karena harga pembalut bisa mencapai $ 10 atau sekitar Rp100.000 per paket kemasannya.
Beberapa sekolah di sejumlah area tidak memiliki tong sampah khusus pembalut di kamar mandi, yang lainnya tidak memiliki sabun atau toiletnya mampet, demikian temuan laporan itu setelah berbicara dengan 17 organisasi di Queensland, Northern territory (NT), Australia Selatan dan NSW.
Salah satu perwakilan mengatakan terkadang ada tong sampah di luar toilet, namun tong sampah itu ‘terlalu memalukan’ untuk digunakan.
Peneliti utama Doktor Nina Hall mengatakan mereka awalnya bersiap hendak mengevaluasi kualitas air minum dan masalah kebersihan kewanitaan ini tidak mereka duga.
Mereka menemukan menstruasi masih menjadi salah satu sumber rasa malu bagi anak perempuan dan hal ini tidak dibicarakan.
“Bahkan ada kasus perempuan mencuri pembalut yang siapapun pada kondisi normal tidak mau mencuri benda seperti itu.
“Mereka hanya sangat malu sehingga mereka mencuri pembalut ..tergantung bagamana pembalut itu diletakan di dalam toko tersebut.”
Kutipan wawancara dengan para siswa mengungkapkan standar kebersihan di beberapa tempat [di komunitas Aborijin terpencil] sangat buruk dan tidak mencerminkan kehidupan modenrn di Australia.
Laporan tersebut menemukan bahwa para siswa perempuan itu juga menggunakan pakaian dalam daripada membeli pembalut wanita.
“Para ibu dan nenek mengatakan bahwa anak perempuan tidak bersekolah saat mereka menjalani masa menstruasi.
“Ini mengejutkan saya sebagai orang Australia.
“Ketika kita sebagai perempuan dan anak perempuan mampu mengatur haid kita seharusnya tidak menjadi penghalang kehidupan sehari-hari. “
Tantangan kebersihan
Pada tahun 2011, ada sekitar 116.000 orang yang tinggal di komunitas Adat yang terpencil dan terpisah.
Laporan tersebut mengatakan bahwa tantangan kebersihan seperti kualitas air yang buruk berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan yang berkelanjutan.
Dr Nina Hall mengatakan tidak ada satu organisasi atau badan pemerintah yang dipersalahkan atas kondisi dibawah standar tersebut.
Menurutnya Australia Merupakan penandatangan tujuan pembangunan berkelanjutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di luar negeri, namun Australia perlu melihat lebih dekat ke dalam negeri.
“Pada tingkat internasional kita mendapat tanggung jawab itu,” kata Dr Nina Hall.
“Sebelum Australia hanya berfokus ke luar negeri di mana kita menyediakan uang bantuan, apakah kita sudah menyelesaikan semuanya di dalam negeri?”
Diterjemahkan pada pukul 16:00 WIB, 3/7/2017 oleh Iffah Nur Arifah dan simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.