Kiprah Gadis Australia Selamatkan Terumbu Karang di Sulawesi
Terumbu karang di Indonesia sangat parah terkena dampak penangkapan ikan yang berlebihan, polusi dan pariwisata. Di Pulau Sulawesi, ilmuwan kelautan Australia, Siobhan Heatwole, berupaya mendukung rehabilitasi terumbu karang.
Siobhan Heatwole menjadi relawan di Makassar, membantu penduduk setempat dalam upaya-upaya ramah lingkungan dan berkelanjutan demi melindungi kehidupan laut agar lebih baik di masa depan.
“Sebagian orang di Indonesia menggunakan dinamit dan sianida untuk menangkap ikan. Cara ini membunuh banyak ikan yang bukan menjadi target penangkapan, merusak serta menghancurkan banyak karang,” kata Siobhan kepada Lisa Clarke dari ABC.
"Jika praktik penangkapan ikan yang merusak ini dihentikan, maka seiring berjalannya waktu, terumbu karang itu dapat pulih kembali. Karang membutuhkan waktu lama untuk tumbuh. Jadi akan memakan waktu lama pula bagi terumbu karang yang rusak untuk pulih sepenuhnya," paparnya.
Sebagai Penasihat Rehabilitasi Terumbu Karang, Siobhan sangat antusias melestarikan lingkungan. Dia menyatakan perlu lebih banyak upaya untuk membantu masyarakat mencapai keseimbangan antara mencari nafkah dan melindungi lingkungan setempat mereka.
“Begitu saya melihat lowongan rehabilitasi terumbu karang di Makassar yang diiklankan oleh AVID, saya langsung mendaftar,” katanya.
“Saya sudah bekerja sebagai peneliti kelautan yang mempelajari dampak gangguan manusia terhadap terumbu karang. Pekerjaan saya berimplikasi pada konservasi, namun lebih bersifat teoritis. Menurut saya akan sangat bagus untuk menerapkan pengetahuan itu dalam praktek nyata, terlibat secara aktif berkontribusi pada usaha konservasi dan mempromosikan praktik perikanan berkelanjutan bekerja bersama masyarakat setempat.”
Siobhan dan timnya di Mars Symbioscience bekerja memberi terumbu karang yang rusak ini ‘kehidupan baru’. Caranya dengan meletakkan struktur yang menjadi dasar bagi karang-karang baru untuk tumbuh dan berkembang, dengan menempelkan fragmen terumbu karang yang sehat ke struktur tersebut.
Dampak pariwisata
Bukan hanya penduduk lokal yang perlu memikirkan bagaimana tindakan mereka bisa berdampak pada lingkungan setempat.
Sejak bekerja di Sulawesi, Siobhan telah mengamati beberapa dampak negatif dari sektor pariwisata terhadap terumbu karang di Indonesia.
“Terkadang penyelam, perenang snorkel dan perenang akan berdiri di atas, menabrak atau menendang terumbu karang, yang menghancurkan terumbu karang itu. Di daerah dimana terdapat tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi, terumbu karang bisa sangat rusak karena praktik-praktik seperti ini. Begitu juga dari kapal yang berlabuh dan merusak terumbu karang,” jelasnya.
"Sampah yang dihasilkan dari kegiatan wisata, air yang tercemar dari pembangunan pesisir serta kegiatan di kawasan pesisir juga berkontribusi terhadap kerusakan terumbu karang di daerah-daerah dengan tingkat lalu lintas pariwisata yang tinggi. Sekali lagi, kondisi ini memang bisa dibalikkan, jika masalah yang menyebabkan kerusakan terumbu karang dapat ditangani sepenuhnya dan terumbu karang diberi cukup waktu untuk memulihkan diri."
Laut kita, masa depan kita
Tanggal 8 Juni menandari peringatan Hari Kelautan Sedunia atau World Oceans Day. Momentum ini memberikan kesempatan untuk mendiskusikan cara melindungi dan melestarikan samudera di dunia.
Siobhan bekerjasama dengan timnya untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat lokal dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan tentang rehabilitasi terumbu karang.
“Keterlibatan masyarakat dalam jumlah besar yang telah dilakukan oleh organisasi saya telah membantu masyarakat dalam memahami apa yang sedang kami lakukan, mengapa, dan apa yang perlu dilakukan di masa depan guna membantu memastikan populasi karang dan ikan yang sehat,” kata Siobhan.
“Karena kondisi ini, secara umum masyarakat mendukung upaya-upaya yang dilakukan organisasi saya, begitu pula upaya yang saya lakukan,” katanya.
“Ketika harus memilih melakukan sesuatu yang merusak dan makan pada hari itu, atau melakukan sesuatu yang lebih ramah lingkungan tetapi tidak makan, tentunya anda akan memilih ‘makan’,” katanya.
“Jadi untuk membuat orang menjauh dari praktik memancing yang merusak ke yang lebih berkelanjutan, kita perlu memberi beberapa alternatif,” ujarnya.
“Organisasi saya membantu memberikan alternatif penangkapan ikan selain dengan sianida, yaitu mendirikan akuarium dimana mereka dapat mengumpulkan ikan hias di penangkaran dan menjualnya ke pasar ikan hias sebagai bisnis yang lebih berpeluang untuk sukses dan berkelanjutan,” katanya.
Setiap tahun lebih dari 500 orang relawan Australia seperti Siobhan bepergian ke luar negeri untuk hidup dan tinggal bersama masyarakat setempat sebagai bagian dari program AVID.