Sosok Seniman Artis yang Mengagumi Kebudayaan Aborijin
Sebuah perjalanan ke Uluru dan Outback Australia pada tahun 1988 benar-benar mengubah kehidupan Zhou Xiaoping. Artis China itu mengkhususkan diri pada lukisan tinta tradisional, tapi fokus itu akan segera bergeser.
Itu adalah kunjungan pertama Zhou ke Australia. Pada tahun 1988, saat itu 10 tahun sejak Kebijakan Pintu Terbuka China diberlakukan dan mendorong masyarakatnya untuk mulai belajar tentang dunia luar. Tapi sebagai seniman muda, Zhou tidak tahu banyak tentang Australia, apalagi mengenai masyarakat pribumi Australia.
Jadi Zhou sangat terkejut saat pertama kali melihat orang pribumi Australia saat ia berkunjung ke Outback Australia.
“Saya sangat terkejut, karena saya belum pernah melihat orang pribumi sebelumnya, saya tidak tahu apa-apa tentang mereka,” kata Zhou.
Yang membuat Zhou lebih terkejut lagi adalah karya seni yang diciptakan oleh Penduduk pribumi.
""Mereka begitu cantik! Meskipun lukisan-lukisan itu utamanya dalam bentuk titik-titik, lingkaran dan pola, Anda bisa tahu ada banyak cerita menakjubkan yang tersembunyi di baliknya."
Keingintahuannya mendorongnya untuk membuat keputusan – dia harus mengeksplorasi budaya ini.
Dengan bantuan dewan tanah setempat, Zhou segera pindah ke Arnhem Land di Northern Territory dan mulai tinggal dengan masyarakat adat.
“Saya benar-benar langsung menceburkan diri di pusat dari masyarakat pribumi sejak awal, saya benar-benar tinggal bersama mereka.
"Kami menggunakan senapan untuk berburu kanguru, kerbau liar dan babi hutan dan memancing dengan menggunakan tombak dan pancing."
Selain belajar bagaimana bertahan di semak-semak, Zhou bekerja sama dengan seniman pribumi untuk membuat lukisan di kulit kayu.
“Saya belajar banyak dari mereka, termasuk tentang material lukisan dan keterampilan melukis serta cerita di balik lukisan. Cerita-cerita ini adalah tentang kejadian yang terjadi di masyarakat. Jika Anda tidak tahu ceritanya, maka akan sulit bagi Anda untuk mengerti lukisan tersebut.
Selama 30 tahun, Zhou telah menghabiskan total lima tahun tinggal dengan masyarakat Adat di barat, utara dan tengah Australia. Tapi tidak selalu mudah baginya untuk berintegrasi.
"Saya tidak akan mengatakan bahwa saya berhasil mendapatkan kepercayaan dari mereka saat pertama kali memasuki komunitas mereka, butuh waktu lama Kami tinggal bersama, makan bersama dan bepergian bersama-sama. Itu adalah penghormatan mendalam saya terhadap cara hidup dan kebudayaan mereka yang membantu saya mendapatkan kepercayaan mereka, sedikit demi sedikit. "
Sekarang, Zhou diperlakukan sebagai bagian dari komunitas Aborijin ini. Dia diundang ke dalam sebuah kelompok kekerabatan Aborigin dan memiliki nama Aborijin: Wunglu Wunglu, yang berarti kura-kura.
Zhou bukanlah orang Tionghoa pertama yang terhubung dengan masyarakat pribumi Australia. Nelayan Makasar dari Sulawesi melakukan kontak dengan masyarakat pribumi Australia pada abad ke-18 saat melakukan perjalanan memancing trepang (teripang) di Arnhem Land. Pedagang teripang dari Makasar kemudian melakukan perdagangan dengan pedagang Cina, yang bahkan mungkin pernah berhubungan langsung dengan Australia.
Pada tahun 1850-an, para penambang emas di China mulai tiba di Australia, dengan beberapa dari mereka menikahi perempuan pribumi,. Saat ini, keturunan mereka masih dapat ditemukan di berbagai belahan di Australia.
Meskipun begitu, orang Tionghoa saat ini memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang masyarakat pribumi Australia dan budayanya. Zhou merasakan beban itu di bahunya.
Pada tahun 1996, Zhou menyelenggarakan pameran seni masyarakat pribumi Australia pertama di China. Event ini diselenggarakan di Kota Hefei, kampung halaman Zhou. Salah satu kolaborator utama dalam pameran ini adalah seniman masyarakat pribumi Jimmy Pike, yang dengannya Zhou telah membentuk persahabatan yang erat.
Zhou menulis tentang waktunya bersama Pike:
"Setiap malam kami menyalakan api dan … berbagi pemikiran terdalam kami. Siluet dan pengalaman kami terbentang di atas kertas di setiap garis dan setiap warna, mengungkapkan keasyikan dua seniman di tengah pedalaman."
20 tahun kemudian pada tahun 2017, Zhou, bersama dengan teman-teman senimannya dari komunitas pribumi Australia, kembali mengunjungi China dan mengadakan pameran Dialog besar bertajuk ‘Dreaming’, yang menceritakan tentang hubungan antara budaya Tionghoa dan penduduk pribumi Australia melalui lukisan, foto dan seni multimedia. Dia tidak hanya menampilkan karya seninya, tapi juga menjelaskan karyanya kepada penonton, membantu mereka lebih memahami cerita dan budaya di belakang mereka.
Sutradara keturunan Aborijin dan seniman layar Curtis Taylor, yang telah bekerja dengan Zhou dalam proyek video di masa lalu, berpartisipasi dalam kegiatan seminar yang diadakan di sela-sela pameran tersebut. Dia mengatakan bahwa dia menghargai usaha Zhou untuk mengangkat budaya Tionghoa dan Adat bersama-sama.
“Saya pikir [seniman pribumi] benar-benar haus akan kolaborasi silang namun tidak tahu bagaimana cara melakukannya, dan saya pikir itu adalah apa yang dilakukan Zhou … merupakan bukti dari apa yang bisa dicapai dengan cara datang bersama dan duduk dan melakukan diskusi serta membangun hubungan itu, “katanya.
"[Dia] tidak takut masuk ke sana dan mendapatkan dua gaya yang berbeda dan mencampurnya. Ini sangat menarik."
Artikel ini tersedia juga dalan Bahasa China.
Ikuti kisah menarik lainnya seperti ini, dengan bergabung bersama Australia Plus community di Facebook, atau follow kami di Twitter dan nstagram.