Unjuk Rasa di KJRI Melbourne, Satu Orang Ditahan
Sekitar 30 orang lebih dari simpatisan gerakan seperatis Papua Barat berunjuk rasa, Rabu pagi (11/01) di kantor KJRI Melbourne dan seorang diantaranya kemudian ditahan polisi.
Unjuk rasa yang diberi nama Rally for West Papua digelar hari Rabu pagi (11/01) di depan kantor KJRI Melbourne di kawasan Albert Park tersebut.
Informasi unjuk rasa pertama kali didapatkan Australia Plus dari sebuah ‘Event’ Facebook.
Disebutkan acara ini digelar oleh organisasi People Need Houses, yang secara rutin mengkampanyekan masalah tunawisma dan perumahan sosial di Australia.
Australia Plus telah mencoba mengirimkan pesan kepada organisasi tersebut untuk mencari tahu apa yang membuat mereka tertarik dengan isu Papua Barat, namun belum mendapat balasan.
Dalam halaman tersebut disebutkan 159 orang tertarik untuk datang dan 572 orang yang diundang. Dari pantauan di lapangan, ada 30 orang lebih yang hadir ke unjuk rasa tersebut.
Namun kemudian di lapangan tidak diketahui pasti siapa yang menggelar unjuk rasa di kantor KJRI yang berada di kawasan Queens Road, tersebut.
Tidak ada pula yang mengaku datang dari organisasi People Need Houses.
“Saya datang kesini setelah mendapat telepon dari teman akan ada unjuk rasa. Sepertinya ini dari beberapa organisasi saja,” ujar salah seorang yang datang ke unjuk rasa kepada Erwin Renaldi dari ABC Australia Plus Indonesia.
Mereka mulai menggelar unjuk rasa dengan membentangkan beberapa spanduk sekitar pukul 11:00 pagi waktu Melbourne, terlambat satu jam dari rencana semula.
Sementara sejumlah anggota dari kepolisian negara bagian Victoria dan kepolisian federal Australia, atau AFP, telah menjaga ketat kantor KJRI baik dari bagian depan dan pintu belakang.
Unjuk rasa dimulai dengan menyanyikan beberapa lagu, diantaranya terdengar dalam bahasa Papua.
Jacob Rumbiak, dari organisasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam orasinya merujuk pada kejadiaan saat seorang warga Australia naik ke atas gedung kantor KJRI Melbourne pekan lalu (6/11) dan membentangkan bendera kelompok separatis Papua.
Ia juga mengutip laporan jika kejadian tersebut telah menyulut kemarahan dari pemerintah Indonesia dan Menlu RI, Retno Marsudi meminta pemerintah Australia untuk menemukan, menangkap, dan memenjarakan pelakunya.
Presiden Joko Widodo juga memberikan pernyataan yang sama dengan Menlu Retno, bahwa “penerobosan di gedung KJRI di Melbourne merupakan tindakan kriminal”.
Sementara pihak Kedutaan Besar Indonesia di Canberra telah menjelaskan kepada Australia Plus bahwa tindakan tersebut menjadi kriminal, karena termasuk pelanggaran trespassing.
“Kami mendapat keterangan dari Polisi Federal Australia (AFP) bahwa perbuatannya telah melanggar hukum trespassing, yakni melanggar masuk ke properti milik orang lain tanpa izin.” kata Sade Bimantara kepada Erwin Renaldi dari Australia Plus Indonesia, hari Senin (9/01/).
Dalam hukum di negara bagian Victoria, tindakan menerobos properti orang lain bisa dituntut dengan hukuman maksimal enam bulan penjara dan denda senilai $2.500, atau lebih dari Rp 25 juta.
“Ucapan menlu itu tidak adil. Kejadian yang dilakukan warga Australia itu untuk menyoroti masuknya pemerintah Indonesia ke kawasan Papua Barat pada tahun 1961,” ujar Jacob.
“Yang menjadi kriminal seharusnya adalah Indonesia, negara-negara lain, dan badan PBB yang telah membiarkan ribuan rakyat Papua Barat diculik dan dibunuh.”
Jacob adalah aktivis asal Papua Barat yang telah mengasingkan diri di Australia, setelah menjadi tahanan politik selama sepuluh tahun di Indonesia.
Tak lama berselang salah satu pengunjuk rasa perempuan mencoba mendobrak gerbang kantor KJRI sambil meneriakkan ‘free West Papua’. Anggota polisi Victoria dengan sigap langsung menggotong pelaku sambil meminta keterangan, sebelumnya akhirnya pengunjuk rasa tersebut bisa bergabung dengan yang lainnya.
Ada sekitar lima orang yang memberikan orasi dalam unjuk rasa tersebut, termasuk seorang pengunjuk rasa yang merujuk pada insiden baru-baru ini di pusat pelatihan militer Australia di Perth dengan penyebutan ‘Pancagila’ yang dikaitkan dengan persepsi dirinya soal apa yang terjadi di Papua Barat.
Sekitar pukul 12:00 unjuk rasa selesai, ditutup dengan menyanyikan sejumlah lagu bersama sambil meneriakkan slogan “Papua Merdeka”, dan salah satu pengunjuk rasa berteriak, “jangan lupa, teriakkan juga Maluku merdeka”.
Setelah unjuk rasa bubar, kepolisian Victoria menahan satu pengunjuk rasa dan memasukkannya ke dalam mobil polisi.
Beredar informasi jika alasan penangkapan pria tersebut karena telah melumuri dinding di gerbang kantor KJRI dengan cat merah. Sementara sejumlah polisi yang bertugas tidak bisa memberi keterangan.
Sejumlah pengunjuk rasa memang telah melumuri tangan dan tubuh mereka dengan cat berwarna merah.
Sebelum unjuk rasa dimulai, polisi telah berulang kali memperingatkan pengunjuk rasa untuk tidak menghalangi jalan umum, tidak mengotori, dan merusak properti milik umum atau pun pribadi.