Mengajak Anak Aborijin Kembali Bersekolah Dengan Menjadi Rodeo
Pendidikan sangat penting untuk membantu kemajuan anak-anak, tetapi sejumlah pelajar Aborijin dengan latar belakang yang menantang mungkin berjuang dengan sistem belajar tradisional. Salah satu sekolah lokal di Queensland tengah berupaya mengajak anak-anak Aborijin setempat untuk kembali memelajari matematika dan bahasa Inggris dengan mengajarkan mereka cara menunggangi banteng.
Sekolah ‘Arethusa College’ mendirikan kampus ‘Barambah Creek’ di pinggiran Murgon, barat laut Brisbane, tiga tahun lalu untuk anak-anak yang putus sekolah.
Selama empat hari seminggu, siswa kelas 1 SMP hingga 3 SMA diajarkan matematika, membaca dan menulis di kelas dan pada hari Jumat, Pusat Shaftesbury menjalankan program rodeo pribadi.
Pelatih Tim Kelly mengatakan, para siswa berasal dari latar belakang yang menantang, dan beberapa di antaranya telah dikeluarkan dari sistem sekolah umum.
“Saya melihat beberapa anak laki-laki yang bergabung, mungkin tak memiliki kepercayaan diri sama sekali,” sebutnya.
"Mereka datang dan menunggangi banteng dan mengendalikannya dan tiba-tiba mereka berpikir, itu adalah sesuatu yang mereka lakukan sendiri, mereka berusaha dan semestinya sekarang mereka bisa melakukan sesuatu yang lain," ujar Tim.
Kepala Sekolah Chris Andrews mengatakan, program insentif itu bekerja.
“Saya tak mengatakan kami membuat lompatan kuantum dalam pendidikan, tapi kami melihat anak-anak menikmati pendidikan, anak-anak yang tertarik untuk melakukan pekerjaan sekolah mereka, anak-anak yang ingin maju,” utaranya.
Ia menyambung, “Ada anak-anak yang mengembangkan keterampilan hidup yang tak akan mungkin mereka dapatkan dengan gaya hidup sebelumnya.”
Australia Wide reporter Ellie Sibson visits Arethusa College to find out more about their rodeo program.
Reporter program ‘Australia Wide’, Ellie Sibson, mengunjungi Arethusa College untuk mengetahui lebih lanjut tentang program rodeo mereka.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterjemahkan dan diedit: 15:15 WIB 23/11/2016 oleh Nurina Savitri.