Kisah Sukses Migran Korea Selatan di Australia Menjadi Seorang ‘stylist’
Sebelum usianya mencapai tiga puluh tahun, Sabrina pernah bekerja untuk butik Louis Vuitton di Inggris. Salah satu tanggung jawabnya adalah mendandani sejumlah selebritis dunia.
Sabrina Wright, ABC: Liz Keen.
Sabrina dibesarkan di Korea Selatan, yang saat itu sedang berupaya untuk membangun kembali pasca perang.
Kedua orang tuanya yang bekerja sebagai petani selama tujuh hari seminggu. Mereka berternak, menanam padi dan sayuran.
Sejak ia duduk di bangku sekolah dasar, Sabrina pun sudah kebagian tugas mengurus hewan-hewan ternak.
Tak pernah lupa dalam ingatannya saat mereka mengalami kekurangan air, lalu ia harus menimba dan membawa air dalam ember yang berat demi terus dapat memberi makan dan minum hewan ternaknya, setiap hari.
"Disitulah saya mempelajari pentingnya sebuah tekad, kita hanya harus terus melakukannya," ujar Sabrina.
Namun seperti anak-anak kebanyakan, ia pun memiliki banyak mimpi. Salah satunya adalah berkeliling dunia, terutama setelah pamannya bermigrasi ke Amerika Serikat.
"Ia pernah memberikan oleh-oleh sebuah kamera plastik, yang setiap di-click, maka akan terlihat gambar Alice in Wonderland. Sebuah hadiah yang ingin mengajak saya melihat dan pergi ke dunia lain."
Ketika usianya mencapai 13 tahun, ia masuk ke sebuah sekolah asrama Katolik dan meninggalkan pekerjaannya di pertanian. Ia pun sempat mengambil sekolah keperawatan, tetapi tidak menyukainya.
"Saya akhirnya menemukan pekerjaan seperti yang diinginkan, di sebuah butik di hotel Hyatt," kata Sabrina.
Tak hanya dirinya yang senang, orang tuanya pun ikut bangga.
Tetapi karena krisis keuangan yang melanda Korea Selatan, ia pun kehilangan pekerjaannya.
Sampai akhirnya ia memutuskan untuk mencoba keberuntungan di Australia dengan harapan bisa belajar bahasa Inggris.
"Saya datang membawa sebuah ransel besar, tapi seringan mungkin. Dengan sleeping bag, jaket musim dingin, dan topi," kata Sabrina.
"Rasanya seperti mimpi saya menjadi kenyataan. Saya sangat gembira."
Selama beberapa bulan ia tinggal di penginapan khusus backpackers di kawasan Manly, New South Wales.
Ia pun pernah menghadiri festival mardi gras, dimana ia bertemua seorang pria yang kini menjadi suaminya.
Nick Wright, pria tersebut, saat itu adalah seorang turis asal Inggris yang juga dibesarkan di sebuah peternakan.
Saat itu Sabrina juga sedang bekerja di sebuah restoran Korea, karena ia merasa bahasa Inggrisnya tidak bagus untuk bekerja di toko-toko.
Nick-lah yang membangun rasa percaya diri pada dirinya untuk melamar pekerjaan ke butik Emporio Amarni di Sydney.
"Saya memutuskan mengubah perilaku saya. Saya tidak bisa hanya tinggal diam dan mengeluh," katanya.
Setelah berlatih berbahasa Inggris selama berjam-jam, ia kemudian diwawancara, dan berhasil mendapatkan pekerjaannya.
Setelah berpacaran selama kurang dari satu tahun, mereka akhirnya menikah.
"Benar-benar sebuah taruhan bagi kami, tapi kami saling cinta."
Dirinya tak pernah menyangka jika mulai meraih mimpinya untuk mengunjungi negara lain.
Di kota London, Inggris, Sabrina pernah bekerja untuk Luis Vuitton, mendandani beberapa sejumalah tokoh terkenal dunia.
"Saya tidak pernah membayangkan saya akan bertemu orang-orang terkenal seperti Beyonce, Pierce Brosnan, Kate Moss, Penelope Cruz."
Pekerjaan Sabrina adalah menjadi stylist atau pengarah gaya untuk orang-orang kaya di London.
Dirinya mengaku kalau tidak pernah bisa memahami gaya hidup para tokoh tersebut, tak pernah bisa bayangkan betapa banyak uanh yang mereka punya, tapi ia tetap memperlakukan mereka seperti orang biasa dan menikmati keberadaan mereka.
Kini Sabrina kembali tinggal di Australia bersama keluarganya.
Ia menetap di Swatell, kawasan pinggiran New South Walees.
Sabrina dan Nick ingin membesarkan anak-anak mereka di kawasan Australia, karena merasa disanalah tempat terbaik untuk membesarkan anak.
Tapi kadang ia pun merasa terisolasi dengan tinggal di kota kecil.
"Saya sempat mengalami penurunan, dan akhirnya sadar bahwa saya tidak memiliki semuanya di sini. tapi saat ini hidup saya ada di sini."
Sementara keluarganya di Korea Selatan sangat kagum dengan apa yang telah diraihnya. Semua berkat tekad dan kekuatan karakter kepribadiannya.
"Mereka cukup binggung bagaimana saya bisa berhasil datang ke tempat-tempat dunia, karena saya tidak terlalu memiliki pendidikan akademis yang kuat…," ujarnya.
"Keluarga saya benar-benar bangga dengan apa yang telah saya capai."