Antisipasi pemanasan global, usaha tani harus diubah
Konferensi internasional bidang pertanian di Sydney merekomendasikan perubahan model usaha tani sebagai antisipasi pemanasan global.
Menurut konferensi yang diikuti lebih 60 negara, pemanasan global diperkirakan dapat menciptakan kekeringan di berbagai tempat, sementara lebih banyak banjir menghancurkan lahan-lahan pertanian di Asia.
Professor Jean-Francois Soussana, pemenang Nobel Perdamaian untuk karyanya mengenai perubahan cuaca di tahun 2007, mengatakan, beberapa bagian dari Australia dan Afrika cenderung akan menjadi daerah yang menderita kekeringan.
"Di beberapa tempat agaknya kita mendapat pengurangan curah hujan, yang akan menyebabkan meningkatnya kekeringan, dan ini akan sangat mempengaruhi eskositem serta pertanian," kata Prof Jean-Francois. "Kemungkinan hal ini akan berdampak budidaya ternak."
Dikatakannya, di seluruh wilayah Asia-Pasifik, dampak terhadap pertanian berbeda-beda. "Daerah-daerah delta di Asia akan kena dampak utama, karena mereka akan terkena lebih banyak banjir," ujarnya.
Para delegasi mendapati bahwa mengurangi sisa-sisa karbon dari pertanian global merupakan salah satu tantangan.
Dr Jimmy White, ketua International Livestock Research Institute, mengatakan, pertanyaan utama saat ini adalah bagaimana memberi makan penduduk dunia yang jumlahnya semakin bertambah.
"Hingga tahun 2050 diperkirakan dunia akan memerlukan sekitar 1 milyar ton lebih cereal, dan sekitar separuhnya akan digunakan untuk pakan ternak serta separuhnya lagi untuk konsumsi manusia," katanya.
Dr. White mengatakan, fokus sekarang harus bergeser dari pertanian skala besar ke petani-petani skala kecil yang mendominasi Asia Selatan dan Afrika.