Perubahan Iklim Kurangi Pasokan Makanan Paus selama Musim Migrasi
Seorang peneliti paus mengatakan, perubahan iklim kemungkinan bertanggung jawab atas kelelahan yang dialami paus bungkuk selama musim migrasi tahunan mereka ke perairan yang lebih hangat.
Janelle Braithwaite memeriksa data penangkapan ikan paus dan mengatakan, perubahan iklim mungkin mengurangi sumber makanan di Antartika yang paus andalkan untuk menyimpan energi bagi perjalanan panjang mereka, untuk berkembang biak di lepas pantai utara Australia Barat.
"Jika es menurun di area yang terdapat makanan paus ini, maka itu akan mengurangi jumlah udang kecil dan akan mengurangi berapa banyak makanan yang mereka miliki. Selama musim panas, mereka berpesta udang di Samudra Selatan, tetapi setelah mereka pergi, mereka cukup banyak berpuasa selama proses migrasi,” terangnya.
Janelle menjelaskan, "Ini sedikit seperti mobil, jika tak ada cukup bensin di SPBU, maka Anda berangkat dengan tiga perempat tangki dan Anda mungkin tak sampai tujuan. Jika paus ini kehabisan bensin sebelum mereka kembali ke Samudra Selatan, maka tak ada jaring pengaman, mereka akan mati karena kelelahan."
Para peneliti mengatakan, populasi paus menurun sebagai akibat tak langsung dari perubahan iklim, khususnya pada paus bungkuk betina yang rentan. (Foto: Reuters, Mike Hutchings)
Tambang dan penangkapan ikan juga berdampak pada paus
Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari riset doktoral Janelle di Universitas Australia Barat (UWA).
Ia juga mengatakan, ada faktor lain yang membuat proses migrasi lebih sulit bagi paus.
"Kegiatan penambangan, kegiatan dengan kapal dan bahkan kegiatan penangkapan ikan memiliki potensi untuk membuat lingkungan laut kurang tenang bagi paus sehingga mereka akhirnya menggunakan lebih banyak energi," utaranya.
Ia lantas mengemukakan, "Jika kegiatan pertambangan telah menyebabkan semakin banyaknya aktivitas kapal di daerah ini maka bukannya istirahat, paus akan terus bergerak menggunakan lebih banyak energi ketimbang jika aktivitas manusia tak ada di sana."
Janelle menyebut, masalah itu menyebabkan penurunan populasi paus dan paus bungkuk betina yang sangat rentan.
"Mereka harus memberi makan anak juga. Mereka menggunakan lebih dari simpanan energi mereka sendiri karena mereka bergerak lebih cepat dan harus memberi lebih banyak susu untuk si anak di saat mereka sendiri membakar lebih banyak energi,” ujarnya.
Ia menyambung, "Jika mereka menggunakan lebih dari simpanan energinya maka mereka mungkin hanya mampu untuk berkembang biak sekali dalam tiga tahun atau sekali dalam empat tahun."
Studi Janelle ini ditugaskan oleh Institut Kelautan UWA.