ABC

Cerita Kerjasama Perang Dunia II Perkuat Hubungan China-Australia

Cerita yang sebelumnya tidak banyak diungkap mengenai sekelompok tentara Australia yang berjuang bersama dengan para gerilyawan China selama perang dunia kedua, sekarang muncul menunjukkan hubungan Australia-China di masa lalu.

Tanggal 30 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di Maluku. Batalion Australia yang ditempatkan di Ambon dikenal dengan nama "Gull Force".

Mereka berjumlah sekitar 1000 orang, dan bergabung dengan tentara Belanda di pulau tersebut sejak Desember 1941, untuk membantu mempertahankan teluk dan lapangan udara di Laha dan Liang.

Namun setelah pertempuran selama empat hari, pasukan Belanda dan Australia menyerah. Sekitar 800 tentara Australia kemudian menjadi tahanan perang, dan dibawa oleh Jepang ke pulau Hainan di China untuk bekerja sebagai tenaga kerja paksa, bersama dengan tentara Belanda dan juga penduduk sipil China.

Sepertiga di antara mereka meninggal dalam tahanan karena kekurangan gizi atau sakit, namun sekelompok tentara berjumlah 10 orang berhasil melarikan diri ketika petani China menyerang tentara Jepang.

Beberapa laporan menyebutkan bahwa tentara Australia ini bergabung dengan gerilyawan China dan bersama-sama berjuang selama masa sisa perang dunia kedua.

Banyak tentara Australia yang bertahan ketika menjadi tahanan perang kembali dalam keadaan kurang gizi. Kapten L Woods dari pasukan AS bersama tiga tentara Australia di Bakli Bay, Hainan. (Photo: Australian War Memorial)

 

Para penyelidik Australia yang bepergian ke Hainan setelah perang selesai mendengar banyak cerita dari penduduk desa mengenai keterlibatan tentara Australia namun tidak bisa mengukuhkan dengan bukti-bukti lebih lanjut.

Petani di desa Lao'ou  mengatakan para leluhur mereka memakamkan dua tentara Australia di dekat desa mereka setelah mereka meninggal karena sakit.

Tentara Australia ini tinggal di antara penduduk desa setelah mereka berhasil melarikan diri dari tawanan Jepang.

Sebuah bukit kecil memang tampak di luar desa Lao'ou, dan tempat inilah yang diperkirakan kubur tentara Australia tersebut. Sekarang di sana sudah ditandai dengan plakat bertuliskan "Lest We Forget"  guna mengenang mereka.

Sebuah monumen juga sudah dibangun di dekatnya guna menghormati ratusan tawanan perang Australia yang pernah ditahan di Hainan, dan juga penderitaan warga China yang berusaha membantu mereka.

Monumen ini didanai oleh pemerintah lokal, dan juga Dewan Kora Darwin, yang merupakan kota kembar Hainan.

Monumen itu tidak berarti banyak bagi penduduk setempat sampai di satu hari rombongan dutabesar dan para jenderal mendatangi kawasan itu untuk meletakkan karangan bunga.

Sepertiga dari anggota Gull Force yang menyerah setelah berusaha mempertahankan Ambon meninggal dalam tahanan karena kekurangan gizi namun mereka yang selamat berhasil dievakuasi setelah perang selesai. (Photo: Australian War Memorial)

 

Gubernur Jenderal Australia Peter Cosgrove termasuk salah seorang petinggi yang datang berkunjung.
 

"Ini adalah salah satu misteri besar namun menyedihkan dari PD II, batalion yang tersisolir di Ambon, tanpa harapan untuk mempertahankan diri sendiri," kata Cosgrove.

"Mereka bertempur selama beberapa hari, dan kemudian ditawan dan menghabiskan sisa perang dalam tahanan. Banyak di antara mereka meninggal di Ambon, dan yang hidup kemudian dibawa ke Hainan dijadikan pekerja paksa."

"Kondisinya buruk sekali dan seperti yang kita ketahui, banyak yang meninggal. Mereka yang berhasil melarikan diri, juga kemudian meninggal."

Bagaimana cerita mengenai tentara Australia yang berhasil melarikan diri itu sampai sekarang juga belum jelas.

Menjelang akhir perang, mereka yang berada di tahanan berhasil diselamatkan ketika tentara Amerika diterjunkan dengan parasut untuk membebaskan kamp tersebut.

Terlepas dari cerita apakah memang benar tentara Australia ini berjuang bersama gerilyawan China atau tidak, namun tempat ini sekarang menjadi penting dalam hubungan China-Australia.

"Hari ini Gubernur Jenderal datang ke sini sebagai tanda persahabatan China-Australia," kata komandan militer lokal China, Mayor Jenderal Liu Xin.

"Namun 70 tahun lalu, dua negara, dua kekuatan militer bersatu memerangi invasi asing."