ABC

Di Christmas Island, Seikat Daun Selada Berharga Rp 190 Ribu

Mahalnya biaya hidup di Christmas Island, Australia, bisa digambarkan dengan contoh sederhana. Misalnya, seikat lettuce atau daun selada bisa mencapai 19 dolar (sekitar Rp 190 ribu).  Dan kembang kol harganya mencapai 15 dolar (Rp150 ribu).

Nama Christmas Island biasanya diidentikkan dengan tempat detensi imigrasi bagi para pencari suaka yang datang ke Australia. Di pulau yang berjarak 400 km dari pantai selatan Pulau Jawa ini, bahan makanan seperti sayur dan buah memang kebanyakan didatangkan dari luar.

Karena letaknya yang terisolasi di Samudera Hindia dengan jarak 2.600 km dari Perth, biaya hidup di Christmas Island terbilang mahal.

Perkebunan sayur mulai dikembangkan di Christmas Island. (Foto: Hidden Garden Sustainable Farms)

Melihat peluang ini, sebuah perusahaan perkebunan asal Australia daratan memutuskan untuk menyewa lahan di pulau itu selama 21 tahun. Tujuannya, membudidayakan sayur dan buah untuk kebutuhan setempat.

Pengelola perkebunan itu, Mark Bennett, kepada ABC mengatakan, pihaknya ingin mengembangkan model perkebunan berkelanjutan dan beragam.

"Termasuk model perkebunan terbuka, greeshouse, aquaponics, hingga peternakan ayam. Kami juga ingin mengembangkan peternakan lebah untuk madu," jelasnya.

"Prinsipnya, kami ingin membudidayakan sebanyak mungkin bahan makanan yang biasa kita dapati di supermarket, sehingga warga setempat bisa mendapatkan harga yang lebih murah," katanya.

Perkebunan ini berencana memanfaatkan sampah organis dari rumahtangga di pulau itu, sehingga nantinya bisa mengurangi penggunaan pupuk kimiawi.

"Jika anda pergi ke restoran di Christmas Island dan memesan steak dengan kentang goreng dan salad, biasanya warga akan bergurau, bagian yang paling mahal dari menu itu adalah daun seladanya,' jelas Bennett.

"Sudah biasa bagi rumahtangga di sini untuk menghabiskan 500 dolar (Rp 5 juta) perminggu untuk beli sayur dan buah," ujarnya menambahkan.

Gordon Thomson dari pihak pengelola Christmas Island menyambut baik rencana perkebunan ini.

Menurut Thomson, kehadiran perkebunan akan memberi rasa aman bagi kelangsungan pasokan makanan untuk sekitar 15 ribu penduduk yang ada di sana.

Beragam investsi sebelumnya telah pernah dicoba namun gagal. Misalnya, Christmas Island Casino hanya bertahan 5 tahun dalam bubar tahun 1998. Lalu, fasilitas ambisius untuk tempat peluncuran satelit tahun 2001 juga gagal total.

Sebelumnya, perkebunan pisang dan alpukat serta tambak skala kecil namun hancur diterjang badai topan pada Maret 2014.

Melihat sejarahnya di era kolonial, perusahaan tambang Inggris British Phosphate Mining Company memperlakukan pekerjanya, umumnya keturunan China Melayu yang disebut sebagai "kuli", secara sangat buruk.

Para kuli ini dilarang membuka perkebunan dalam skala yang besar. Akibatnya, mereka mengembangkan model perkebunan secara tersembunyi, dengan lahan yang kecil.

Menurut sejarawan John Hunt, kuli-kuli tambang itu umumnya bertahan dengan bantuan beras dan ikan kering dari perusahaan. Mereka tidak mendapatkan sayur dan buah.

"Akibatnya, banyak yang terserang beri-beri, dan tragedi paling buruk terjadi tahun 1904 dan 1905," jelasnya.

Tahun 1980an, sebuah peternakan babi diujicobakan di sana. Namun menghadapi masalah karena dibangun di sebelah pekuburan Islam.

"Mereka telah menanam ribuan dolar namun begitu warga keturunan Melayu menyadari apa yang terjadi, semuanya lalu terhenti," kata Hunt.

Meskipun demikian, Mark Bennett dari perkebunan Hidden Garden Farms, menyatakan jika perkebunan ini berhasil, maka pasokan sayur dan buah akan terjamin.

Bennett yang tumbuh di pulau itu mengatakan perkebunannya akan mulai dibangun bulan ini.