ABC

Berburu Batu Meteor di Australia Namun Bukan Untuk Cincin

Pemburu bebatuan meteor di Australia mengklaim baru mengumpulkan sekitar 20 persen bebatuan dari langit yang jatuh ke wilayah daratan benua kanguru. Namun perburuan batu-batu ini bukan untuk dijadikan hiasan cincin melainkan untuk kepentingan penelitian ilmiah.

Dimulai sejak 2007, mahasiswa PhD Alastair Tait dan timnya dari Melbourne mulai menjelajah wilayah pedalaman sejauh 3.400 kilometer. Sejak itu, tim ini mengaku berhasil mengoleksi sekitar 20an persen meteorit yang jatuh ke wilayah Australia.

Namun berbeda dengan fenomena pemburu bebatuan di Indonesia, tim ini justru menuliskan hasil penemuan mereka dan memuatnya di berbagai jurnal ilmiah termasuk Geochimica et Cosmochimica Acta dan Meteoritics and Planetary Science.

Alastair Tait menunjukkan bebatuan meteorit hasil temuannya.

Awalnya, Tait dan timnya ini melakukan perburuan bebatuan atas dukungan biaya dari pemerintah. Namun mulai tahun ini, katanya, pemerintah tidak lagi menyediakan bantuan dana.

"Ilmu ruang angkasa di Australia tidak banyak mendapat dukungan dana," kata Tait kepada ABC. "Lagipula, saat ini pemerintah memotong dana penelitian."

Karena itu, Tait dan rekannya Andrew Langendam dan Sarah Alkemade melakukan upaya pengumpulan dana melalui website untuk crowd-funding bernama Pozible.

Dalam 10 hari, tim ini telah mengumpulkan 4 ribu dolar (sekitar Rp 40 juta) dan diperkirakan akan terkumpul dana lebih dari itu.

Tim peneliti bebatuan meteorit Andrew Langendam, Alastair Tait, Andrew Tomkins, Lara Bowlt dan Eleanor Mare.

Dengan dana yang terkumpul, tim yang terdiri atas lima peneliti ini akan menjelajahi wilayah dataran Nullarbor Plain di perbatasan Australia Barat.

Tait menjelaskan, wilayah pedalaman Australia merupakan tempat ideal untuk berburu bebatuan meteorit.

"Sebab, wilayah dataran ini sangat luas dan frelatif tidak berubah dalam tempo jutaan tahun," jelasnya. "Selain itu, kondisinya juga kering sehingga bebatuan meteorit akan bertahan lebih lama."

Dikatakan, kontur tanah di wilayah itu lebih terang warnanya dibandingkan bebatuan meteorit yang lebih hitam, sehingga akan memudahkan identifikasi.

Ia mengaku timnya sering juga keliru dalam mengambil bebatuan namun dengan cepat bisa diidentifikasi bebatuan meteorit yang asli.

"Ada penanda jelas di bebatuan meteorit, yaitu sekitar 95 persen mengandung magnet. Begitu menggerakkan tongkat magnet dan ada bebatuan yang melengket, kemungkinan itu batu meteorit," jelas Tait.

Namun ia menambahkan, yang unik adalah bebatuan yang berasal dari Planet Mars dan bulan. "Bebatuan jenis ini tidak mengandung magnet sehingga kami hanya mengandalkan penglihatan," katanya.

Diakatakan, sekitar 80 persen bebatuan asal Planet Mars yang jatuh ke Bumi telah ditemukan di berbagai lokasi namun belum satu pun yang ditemukan di Australia.