Nouhaila Benzina Jadi Hijaber Pertama di Piala Dunia Perempuan 2023
Ketika Nouhaila Benzina turun ke lapangan dalam pertandingan pertama Maroko melawan Jerman di Piala Dunia sepak bola perempuan, dia mencatat sejarah.
Dia menjadi pesepak bola pertama yang mengenakan hijab pada pertandingan senior tingkat dunia di cabang perempuan.
Kalau saja Maroko lolos dari babak kualifikasi di Piala Dunia ini sepuluh tahun lalu, pemain yang ingin mengenakan hijab saat itu dipaksa memilih: mengenakan hijab tapi tidak boleh bertanding atau melepaskannya.
Baru pada tahun 2014, Federasi Sepak bola Internasional (FIFA) mengizinkan pemain mengenakan hijab di lapangan.
Siapa sebenarnya Nouhaila Benzina?
Dia adalah pemain berusia 25 tahun dari tim nasional Maroko yang mendapat julukan Atlas Lionesses sebagai pemain belakang.
Dalam beberapa pekan terakhir, Nouhaila membagikan beberapa unggahan media sosial mengenai penampilannya di Piala Dunia.
"Banyak hal yang sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir dan sekarang mendatangkan hasil positif," katanya kepada Al Jazeera.
"Kami berharap untuk bisa bermain di tingkat internasional dan mewakili Maroko."
Bangga menjadi contoh
Maroko adalah satu dari delapan tim yang tampil untuk pertama kalinya pada putaran final Piala Dunia perempuan yang kini sedang berlangsung di Australia dan Selandia Baru, bersama Haiti, Irlandia, Panama, Filipina, Portugal, Vietnam, dan Zambia.
"Kami sangat bangga menjadi negara Arab pertama yang ambil bagian pada Piala Dunia sepak bola perempuan," kata kapten tim Maroko, Ghizlane Chebbak.
"Anak-anak perempuan akan melihat Nouhaila dan berpikiran 'saya akan bisa juga seperti dia'," kata Assmaah Helal, salah satu pendiri Jaringan Olahraga bagi Perempuan Muslim mengenai hijab.
"Juga para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan akan mengatakan 'kita harus melakukan lebih banyak hal untuk menciptakan iklim terbuka, yang bisa membolehkan perempuan dan anak-anak perempuan terlibat dalam sepak bola'."
Mengapa FIFA dulu melarang hijab?
FIFA menyebut alasan "kesehatan dan keselamatan", mengingat kemungkinan mereka yang mengenakan hijab bisa terkecik lehernya.
Ini sejalan dengan adanya aturan melarang "penggunaan peralatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain".
Sebuah insiden pada tahun 2007 menyebabkan adanya larangan resmi penggunaan hijab tersebut.
Seorang anak perempuan di Kanada, Asmahan Mansour yang berusia 11 tahun saat itu, hendak mengenakan hijab ketika tampil dalam sebuah turnamen, namun wasit melarangnya.
Dia diperintahkan untuk melepaskan hijab jika mau bermain, karena mengenakan hijab dilarang saat itu.
Ketika masalah ini sampai ke pembahasan di tingkat FIFA, badan sepak bola tertinggi di dunia tersebut melarang penggunaan hijab dalam pertandingan, kecuali hijab yang menutup bagian kepala dan tidak bagian leher.
Pada awalnya FIFA menggunakan alasan "simbol agama" sebagai alasan bagi penggunaan hijab di lapangan sepak bola.
Tetapi melihat banyaknya pemain yang bertato, atau mereka yang membuat tanda salib setelah mencetak gol, misalnya, membuat aturan ini semakin sulit untuk dipertahankan.
Assmaah adalah satu di antara aktivis sosial, atlet Muslim, pejabat pemerintah dan pengurus sepak bola di Australia yang bekerja untuk menghapus larangan tersebut.
"Berbicara mengenai larangan tahun 2007 tersebut, Assmaah mengatakan "ini mengirim pesan kuat kepada perempuan Muslim, khususnya mereka yang mengenakan hijab, bahwa mereka tidak bisa menjadi bagian dari sepak bola."
Uji coba selama dua tahun
Pada tahun 2012, International Football Association Board (IFAB) mengizinkan pemain yang mengikuti pertandingan internasional mengenakan hijab dalam uji coba selama dua tahun setelah adanya permintaan dari Konfederasi Sepak bola Asia (AFC).
Tidak ada pertandingan di tingkat senior, baik untuk pria dan perempuan di tingkat Piala Dunia, dilangsungkan saat itu.
Larangan dicabut di tahun 2014
Setelah dua tahun masa uji coba, pada Maret 2014, FIFA mencabut larangan penggunaan hijab.
Keputusan itu diumumkan dalam pertemuan Dewan Federasi Sepak bola Internasional di Zurich, Swiss.
Sekjen FIFA ketika itu, Jérôme Valcke, mengatakan pemakaian hijab dan turban dibolehkan di lapangan.
"
"Diputuskan bahwa pemain perempuan boleh menutup kepala mereka ketika bermain," katanya.
"
"Pemain pria juga bisa bermain dengan penutup kepala juga".
"Penutupnya adalah yang dasar dan warnanya disesuaikan dengan warna kostum tim."
Assmaah mengatakan sejak larangan tersebut dicabut, dia melihat peningkatan jumlah anak perempuan dan perempuan dewasa yang bermain sepak bola, menjadi pelatih, serta memiliki klub sepak bola sendiri.
"Saya kira kunci utama untuk memahami ini adalah bahwa hijab adalah bagian penting dari perempuan Muslim, bagi yang ingin mengenakannya," kata Helal.
"Itu merupakan bagian dari identitas diri."
Maryan Hagi-Hashi, seorang perempuan warga Melbourne yang menghadiri latihan tim Maroko pekan lalu, mengatakan dia mendukung tim Maroko, selain Australia sebagai tim tuan rumah.
Dia menghargai penampilan tim Maroko dan juga apa yang dilakukan Nouhaila, katanya.
"Di kalangan perempuan Muslim, ada yang mengenakan hijab dan ada yang tidak," katanya.
"Saya kira dunia sekarang menyadari adanya keberagaman."
Dua tahun setelah larangan penggunaan hijab dicabut, pertandingan Piala Dunia perempuan untuk kategori di bawah 17 tahun yang berlangsung di Yordania menampilkan untuk pertama kalinya pemain Muslim yang mengenakan hijab dalam pertandingan internasional yang diselenggarakan FIFA.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.