Migran Didorong Datang ke Kota Kecil Australia, Tapi Ini Tantangannya
Naomi Wangemann bangga bekerja sebagai 'cleaner' atau pembersih di Australia, tetapi ia tahu sebenarnya ini hanyalah sedikit dari keterampilan dan bakat yang ia miliki.
"Saya merasa pekerjaan yang lakukan ini mudah dan saya sepertinya bisa melakukan sesuatu yang lebih menantang," katanya.
Di Jepang, Naomi pernah bekerja sebagai koki, akuntan, dan pekerjaan lainnya di kantoran. Tapi seperti banyak migran lainnya, ia sulit mendapatkan pekerjaan terampil di Australia.
"
"Saya melakukan banyak hal di Jepang, tapi saya tidak bisa melakukannya di Australia," katanya.
"
Pengalaman kerja para migran di Australia menjadi sorotan pekan ini, setelah Menteri Dalam Negeri Australia mengatakan sistem migrasi Australia "rusak" dan membutuhkan "reformasi besar".
Meski pemerintah federal berjanji untuk mengubahnya, dampak dari sistem tersebut terus dirasakan oleh para migran.
Naomi menetap di kota Karratha, Australia Barat, sekitar 1.500 kilometer utara ibu kota Perth.
Ia mengatakan seandainya ia bisa bisa berbicara bahasa Inggris dengan lancar, ia tidak akan melamar pekerjaan sebagai 'cleaner'.
Masalah kualifikasi, harapan, dan kenyataan banyak dihadapi oleh migran, khususnya mereka yang tinggal di kawasan regional atau pedalaman Australia.
"
"Ketika Anda pindah ke kota besar, kondisinya mungkin tidak terlalu buruk karena bisa bertemu banyak orang dari negara yang sama," Naomi.
"
"Tapi pindah ke kota kecil seperti Karratha sulit bagi sebagian orang, karena bisa merasa sangat terisolasi."
Karen Huang, ketua lembaga Northwest Multicultural Association (NMA), sudah berusaha untuk memberikan dukungan sosial bagi orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa dan budaya di Pilbara.
"
"Saya tahu betapa sulitnya menjadi seseorang yang memiliki penampilan berbeda, yang berbicara bahasa yang berbeda dan memiliki aksen," kata Karen.
"
"Mungkin dengan rekan kerja ingin menceritakan apa yang dilakukan di akhir pekan, bagaimana keluarga mereka, dan apa yang terjadi dengan mereka sehari-hari."
"Tapi tidak bisa mengobrol lebih banyak karena kosakata yang terbatas."
Perbedaan budaya pengaruhi kehidupan sosial
Pergi ke pub atau menikmati alam adalah kebiasaan bagi banyak orang di Pilbara, sehingga bagi mereka yang tidak memiliki hobi ini akan menjadi sebuah tantangan.
"Ketika tidak memiliki hobi yang sama, atau tidak memiliki minat yang sama, yang dapat kita lakukan hanyalah pulang ke rumah, kemudian mulai merasa sangat kesepian," kata Karen.
Profesor sosiologi Curtin University, Farida Fozdar, mengatakan perbedaan minat dan kebiasaan dapat memperburuk kondisi kesepian seseorang.
"Di Australia kita senang memandang diri kita sebagai masyarakat yang multikultural, tetapi kita seringkali tidak memikirkan apa arti sebenarnya," katanya.
"
"Bagi orang-orang yang tidak memiliki budaya yang dominan dalam masyarakat, bisa merasa terasingkan dan bisa merasa seolah-olah ada yang salah dengan diri mereka sendiri."
"
Profesor Fozdar mengatakan hubungan sosial adalah aspek yang menopang manusia, tetapi dalam kontes migran, hubungan ini seringkali memegang peran yang lebih penting.
"Ada banyak hambatan dalam mengatasi perasaan betah di komunitas, belum ditambah perbedaan budaya dan perbedaan bahasa," katanya.
"Ini cukup menantang."
Bekerja sebagai aspek kunci dari identitas diri
Profesor Fozdar mengatakan banyak migran pindah ke Australia untuk bekerja dan berjuang agar keterampilan mereka bisa digunakan, namun ini bisa berdampak pada kesehatan mental mereka..
"Pekerjaan kita seringkali menjadi salah satu aspek kunci dari identitas diri kita," katanya.
"
"Jika kita tidak dapat bekerja di bidang yang kita telah terlatih untuk melakukannya, sulit rasanya untuk bisa merasa bangga pada diri sendiri."
"
"Dan kita terlalu sering melihat pekerjaan yang dilakukan para migran ini lebih rendah jenisnya daripada keterampilan yang mereka miliki."
Kurangnya dukungan di daerah
Ada berbagai inisiatif pemerintah, seperti Designated Area Migration Agreement, yang mendorong para migran untuk pindah ke Australia Barat bagian utara.
Kepala ekonom Regional Australia Institute (RAI), Kim Houghton, mengatakan dukungan permukiman yang tersedia bagi para migran di pusat-pusat regional lebih sedikit dibandingkan dengan ibu kota.
"Punya program migrasi saja tidak ada gunanya," katanya.
"
"Benar-benar membutuhkan pendekatan yang lebih holistik, di mana pemerintah, negara bagian, dan federal berkomitmen untuk membuat semua kota kecil menjadi tempat yang layak huni dan menarik."
"
"Tidak mudah menemukan seseorang yang bisa menjadi perantara antara Anda sebagai pendatang baru dan berbagai komunitas."
Mendukung komunitas multikultural
Kim mengatakan merayakan keragaman budaya penting untuk keberlanjutan dan kemakmuran kawasan Australia.
"Orang cenderung untuk tinggal dan berkontribusi pada komunitas yang baru saja mereka masuki, jika mereka merasa diterima," katanya.
"Salah satu cara terbaik untuk mengungkapkannya adalah kesediaan untuk mendengarkan pengalaman orang-orang yang datang dari tempat lain."
"Idealnya, kesediaan untuk berbagi beberapa pengalaman itu dan mengambil bagian dalam beberapa kegiatan budaya."
NMA telah menggelar berbagai acara untuk mempromosikan keanekaragaman kawasan, mulai dari peragaan busana multikultural hingga lokakarya memasak.
Bagi Naomi, acara semacam ini membantu memberinya rasa memiliki dan kebanggaan terhadap warisan Jepang di darahnya.
"
"Itu membuat saya tetap menjadi orang Jepang yang tidak melupakan budaya saya," katanya.
"
"Dan juga membuat saya tetap terhubung dengan orang Jepang lainnya.”
"Jadi saya yang benar-benar beruntung."
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari laporan ABC News.