Dua Warga Indonesia Ceritakan Pengalaman Dites Virus Corona di Australia
Seperti apa prosedur tes virus corona di Australia? Berapa biayanya? Dua warga Indonesia di Australia menceritakan pengalaman mereka kepada ABC Indonesia.
Setelah menghabiskan sekitar 14 bulan di Indonesia, pasangan Nurul Mahmudah dan Stephen Herbst kembali ke Australia, tanggal 29 Februari lalu.
Mereka terbang dari Surabaya menuju Melbourne, dengan transit di Bali selama beberapa jam.
Saat mendarat, Steve, panggilan akrab Stephen, dan Nurul masih merasa sehat-sehat saja.
Tak ada kartu khusus yang harus mereka isi, tak ada pula pemeriksaan kesehatan, seperti pemindaian suhu tubuh yang harus mereka lalui di bandar udara Tullamarine.
Tetapi sehari kemudian, Steve mulai merasa tidak enak badan.
Setelah membaca berita soal penumpang Malindo Air dari Bali yang positif terjangkit virus corona yang mendarat sehari sebelumnya, Nurul dan Steve kemudian mencari informasi apa yang harus mereka lakukan jika merasakan gejala yang hampir mirip penyakit COVID-19.
Menghubungi Hotline
Nurul mengatakan atas saran seorang temannya, Steve menghubungi dokter umum langganannya lewat telepon, ketimbang datang langsung menemuinya.
“Dokter umumnya kemudian menyarankan Steve untuk mengontak nomor hotline,” kata Nurul.
Setelah mengumpulkan informasi yang diperlukan, petugas hotline menawarkan Steve untuk menjalani tes corona dalam rentang waktu dua jam dari saat dia menghubungi hotline.
Steve yang memutuskan menjalani tes untuk memastikan kesehatannya diminta kembali menghubungi dokter umumnya.
“Dokter umum saya tidak punya alat untuk mengetes virus corona, sehingga akhirnya saya dirujuk ke sebuah klinik di daerah Prahran,” kata Steve kepada Hellena Souisa dari ABC News.
“Saya kemudian menelepon klinik tersebut, menyampaikan kondisi saya, dan saya diminta datang dalam waktu dua jam karena klinik perlu waktu untuk menyiapkan kamar isolasi untuk saya.”
Menunggu di tempat parkir
Klinik tersebut meminta Steve datang dengan tidak menggunakan transportasi publik, tetapi dengan kendaraan pribadi.
Ia juga diminta menunggu di dalam kendaraan di tempat parkir klinik sampai ada petugas yang menjemputnya.
Tapi karena Steve tidak memiliki kendaraan pribadi, ia disarankan datang berjalan kaki, yang kebetulan tak jauh dari rumahnya, dan menunggu di tempat parkir.
Steve menggambarkan, dokter dan perawat yang menanganinya saat itu menggunakan pelindung lengkap, mulai dari masker, sarung tangan, sampai kacamata pelindung.
Di ruang isolasi, dokter mengambil sampel dahak Steve untuk dites.
“Sampel yang diambil bukan hanya untuk mengetes COVID-19, tapi juga jenis virus influenza lainnya,” Steve menjelaskan.
Dua hari kemudian Steve sudah bisa mengetahui hasil tes yang dijalaninya.
Selama menunggu hasil pemeriksaan COVID-19, dokter tidak memberikan obat apapun, meski ia memiliki flu. Steve hanya menggunakan masker dan mengisolasi dirinya sendiri.
‘Harus diinterogasi dulu’
Berbeda dengan pengalaman Steve, seorang warga asal Indonesia di Australia lainnya, Meiyung Adriana, tidak diarahkan untuk menghubungi hotline.
Mei, sapaan Meiyung, mengalami demam, meriang, dan menggigil hingga akhirnya memutuskan untuk menghubungi dokter umumnya.
Saat mendaftar, Mei mengaku tidak ditanya mengenai riwayat perjalanan atau hal lain terkait gejala yang dirasakannya.
Mei akhirnya pergi dokter umum di Box Hill pada Sabtu, 7 Maret lalu, kemudian ia ditanya lebih mendalam setelah tiba di tempat praktik.
“Biasa kan [kalau pergi ke dokter umum] langsung menyerahkan kartu Medicare [asuransi kesehatan tanggungan pemerintah Australia], sedangkan ini harus diinterogasi dulu,” kata Mei kepada Natasya Salim dari ABC News.
Pertanyaan seputar kunjungan ke beberapa negara atau kontak dengan tamu di rumah dari negara Asia juga ditanyakan oleh resepsionis kepada Mei.
Sebelum memeriksa, dokter juga menanyakan pertanyaan yang sama ditambah dengan tentang berapa lama gejala sudah dirasakan.
Baru setelah itu, Mei menjalani pemeriksaan suhu tubuh, tenggorokan, telinga, dan cek darah dengan kesimpulan bahwa ia tidak mengidap COVID-19, melainkan virus flu biasa.
“[Kata dokter] kamu minum saja paracetamol dan air putih yang banyak, makan buah-buahan dan istirahat total selama tiga hari,” kata Mei.
Pikirkan kesehatan orang lain
Sebagai pemegang kartu medicare yang merupakan layanan kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah Australia, Steve merasa puas atas tahapan yang telah disiapkan pemerintah untuk mengatasi wabah corona.
“Semua tahapan mulai dari dokter umum, hotline, dan klinik cukup memuaskan. Ini hal yang positif dari sistem pelayanan kesehatan Australia, meskipun saya melihat masih ada ruang untuk perbaikan,” kata Steve.
Perbaikan yang dimaksud Steve adalah para petugas medis di garis depan harus dilengkapi dengan alat-alat proteksi yang memadai, setelah seorang dokter umum dinyatakan terjangkit virus corona.
Nurul, yang ikut menemani Steve melakukan isolasi di rumah, menambahkan perlunya kesadaran dan tanggung jawab pribadi sebagai upaya mengatasi penyebaran virus ini.
“Meskipun hasil Steve negatif, kami memutuskan untuk mengisolasi diri kami supaya setidaknya flu Steve tidak menulari orang lain,” kata Nurul.
Steve dan Nurul berharap masing-masing individu memiliki kesadaran untuk memikirkan kesehatan orang lain sehingga mereka yang merasakan gejala aktif melaporkan dan memeriksakan diri.